Saya ingat sekali kata-kata Kakak saya,”menulis adalah menuangkan kembali apa yang sudah kita baca. Orang yang menulis pasti membaca, tapi orang yang membaca belum tentu menulis”.
Maka nasihat kakak saya jelas, jika ingin kemampuan menulis meningkat, perbanyaklah membaca dan tentu saja menulis itu sendiri. Kali ini, saya ingin sekadar menceritakan proses baca-tulis ini dari sudut anak teknik, lebih tepatnya teknik informatika, lebih spesifik lagi, mahasiswa baru.
Di kampus dimana tugas seabrek, praktikum yang selalu ada, weekend yang tak pernah bisa dinikmati, membaca diluar bahan kuliah serasa hadiah indah bagi saya. Saya ingat ketika masa kuliah saya belum sepadat ini, saya masih sempat membaca buku A Teeuw dan Yudi Latif, juga novel dari Dewi Lestari. Sekarang, novel Dunia Sophie yang tebalnya lebih dari 600 halaman itu baru sampai pada seperlimanya saja, padahal hampir sebulan novel itu saya beli. Okelah, saya akui, manajemen waktu saya masih kacau. Tapi meskipun tidak kacau, intensitas membaca saya (membaca diluar bahan kuliah) jelas sekali menjadi berkurang.
Hal ini, jika didapati pada mahasiswa lain yang bahkan tidak memiliki minat membaca akan menyebabkan kondisi yang jauh lebih parah, tidak ada semangat untuk membaca sama sekali. Dan akibatnya jelas, kemampuannya menuangkan ide dalam bentuk tulisan tentu akan terasa berat.
Padahal, teknologi (sesuatu dan kawan-kawan saya pelajari di ITS ini) adalah sesuatu yang akan dinikmati banyak orang awam. Kemampuan untuk memaparkan teknologi yang njelimet dalam bahasa sederhana seharusnya mutlak dipunyai, karena kamilah yang akan menjadi jembatan antara manusia awam dengan teknologi.
Bagaimana kemampuan membahasakan dengan sederhana bisa didapat? Tak ada jalan lain selain dengan membaca dan menulis itu sendiri. Bagaimana kemampuan menjelaskan teknologi tidak hanya sekadar cara penggunaan saja, tapi juga prinsip kerja dan logika dasar dari teknologi itu.
Ketika teknologi sudah dipahami secara utuh, tentu mendewasakan masyarakat melalui teknologi bulanlah mustahil.
Untuk itu, perlu kesadaran untuk menumbuhkan minat baca, perlu dipupuk kemampuan menulis tidak hanya melalui karya ilmiah dalam bahasa yang sukar dipahami orang awam, tapi juga menulis dengan bahasa yang renyah dan cerah.
Rasanya, kemampuan menulis menjadi suatu hal yang tidak remeh lagi, bahkan untuk mahasiswa teknik sekalipun. Perlu ditumbuhkan budaya membaca dan menulis ini secara nyata di ITS dengan menumbuhkan kesadaran mahasiswa bahwa dunia bukan untuk teknologi, tapi teknologi untuk dunia. Dan tentu saja, dunia tidak hanya teknologi, membacalah lebih banyak, belajarlah lebih keras!
Sunday, 24 October 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
err,, kok saya tidak menemukan link budaya membaca dan menulis dengan "teknologi untuk dunia" ya?
ReplyDeletecoba jelaskan contoh konkretnya.. hehee.....
Like this..membaca sangat dibutuhkan untuk menambah "kosa kata".Tapi gak cuma membaca, keterampilan berbicara juga dibutuhkan nad..kalo gak pinter ngomong orang awam gak akan ngerti maksudnya, soalnya minat baca masyarakat indonesia juga kurang..
ReplyDeletekita susah-susah bikin tulisan bagus, tapi gak dibaca =,=
membaca dan menulis...sulit dipisahkan satu sama lain
ReplyDelete@masfahmi: teknologi untuk dunia, karena untuk dunia ia perlu diperkenalkan untuk semua, salah satunya dengan menuliskannya dalam bahasa yang dipahami semua, bukan cuma para insinyur :)
ReplyDelete@dila: dibaca kok dil, lha wong tulisanku yg kaya begini aja ada yang mbaca, kamu buktinya. hehe
@dee:yaaap! sangat, bagai dua sisi pada koin :)