Monday 6 January 2014

Nostalgia Maya

04:43 0 Comments
Timeline facebook saya sedang dipenuhi oleh status-status lawas yang digemparkan lagi. Semacam nostalgia maya, apa yang kita lakukan 4 atau 5 tahun silam. Apa yang kita tulis dan bagaimana menulisnya. Ada beberapa yang alay, ada beberapa yang memang tidak melewati fase alay ( setidaknya di facebook, entah di friendster). Melihat ini, saya yang lagi belajar untuk TA sekaligus belajar UAS Jaringan Multimedia (penting banget ini ditulis, biar kesannya ngga online tanpa guna doang :D ) membuka kembali facebook saya sekitar tahun 2009. Awal saya mulai rajin posting di facebook, menulis note, say hi dengan teman-teman dan juga soal asmara. Namanya juga remaja, kala itu sih. (sekarang masih remaja belasan tahun juga kok, tenang aja)

Nostalgia ini maya ternyata membangkitkan kenangan. Semacam kenangan yang mati suri, tidak saya matikan tapi mati sendiri karena waktu. Saya jadi ingat saya pernah jatuh cinta, saya pernah begitu bahagia dan termehek-mehek mewujudkannya dalam tulisan yang melodrama. Beberapa orang menyukai tulisan saya yang menye-menye itu, menyentuh hati kata mereka. Buat saya, kata-kata saat itu masih jauh dari menggambarkan apa yang sebenarnya saya rasakan. Kata-kata sering kehabisan bentuk dalam mewujudkan kembali perasaan. Atau memang pada dasarnya, kata kalah dengan rasa.

Nostalgia itu juga beranjak bagaimana saya patah hati dan suprisingly cepet sekali move on. Huahahahahahahaha (Sorry to say). Tapi ini memang proses move on yang cepat. Tapi bukan berarti saya melupakan kenangan. Buat saya, semua orang yang saya temui membentuk saya menjadi orang yang sekarang ini. Saya menjaga hubungan baik dengan orang-orang dari masa lalu (ada yang saya block karena memang totally annoying). Saya menjaga hubungan ini karena pada dasarnya saya percaya, masa lalu bukan musuh. Ia adalah teman yang arif dan bijak untuk berdiskusi tentang masa depan. 

Alhamdulilah saya bisa menyimpan kenangan dengan baik tanpa perlu menyimpan rasa yang melekat pada kenangan itu. Saya hanya tersenyum kecil mengingat kembali semua proses saya menjadi seperti ini. And for that, I am blessed. Thank you.

Terima kasih telah membantu saya berproses menjadi sekarang ini. Ada yang membantu saya jadi juara baca puisi, ada yang membantu saya belajar bahasa Arab, ada yang mengenalkan saya pada Soe Hok Gie dan sekarang ada yang menemani saya menjadi Google Student Ambassador dan menemani saya ngoding. Terimakasih.

Memori memang suka melambai-lambai kepada kita, seperti kawan lama yang mengajak berbincang. Sesekali ia perlu diakrabi karena kenangan adalah kawan yang bijak. Tapi jangan sampai terjebak. Jangan sampai hidup dalam masa lalu.

Itu pula yang sekarang terjadi. Saya undur diri dari kenangan dan kembali ke masa kini. Kembali duduk di Laboratorium Pemrogaman, mulai mengerjakan TA dan duduk bersama masa ini, saat ini. Yang sangat saya syukuri. Kamu. 



Thursday 2 January 2014

Menjadi Manusia

01:06 0 Comments

Setiap orang selalu memiliki batas toleransi, batas pengertian dan batas kesabaran sebab memang sejatinya manusia adalah keterbatasan itu. Pun aku, punya keterbatasan. Banyak kekurangan.

Mengenal manusia lain, adalah mengenal keterbatasan diri. Apa yang orang lain bisa dan kita tidak? Mengapa kita tidak bisa? Belajar bercermin dan membenahi diri adalah kunci untuk menekan segala keterbatasan yang tak berbatas itu.

Mengenal kamu adalah (seperti) mengenal manusia. Dengan watak unik, dengan sikap yang (kadang) nyentrik.

Sejak awal aku percaya, tak ada yang sempurna. Terlebih aku. Aku penuh alpa, aku bisa lupa, aku bisa salah kapan saja. Aku mengakui aku salah, aku menyadari aku berbatas. Aku mengakui dengan sepenuh hati. Namun rupanya, hidup berdampingan dengan kamu yang serupa malaikat, selalu benar, membuat batasku makin ditekan.

Kamu yang selalu benar, kamu yang merasa selalu punya alasan benar untuk semuanya. Kamu yang... seolah malaikat.

Aku ingin hidup berdampingan dengan manusia saja, yang sadar ia bisa salah dan lupa. Yang mengenal maaf dengan hatinya tanpa orang lain perlu bersungkur di kakinya.

Apakah aku salah bergaul?