Mari kita telisik lagi langkah-langkah kita, Tuan Muda. Sudah sejauh manakah saya dan anda mencuri dan dicuri? Sudah sejauh manakah saya dan anda saling mengerti dan memahami? Ah, saya perlu menghela napas panjang sebelum mengurai kisah kita ini.
Banyak yang berkata, kisah kita ini baru seumur jagung. Jika seumur jagung artinya tidak akan lama, saya jelas menolak Tuan Muda. Biji-bijian jagung justru biji-bijian yang dapat bertahan lama, tidak cepat membusuk. Jelas jagung akan berumur lebih panjang daripada semangka atau mangga, misalnya. Tapi tetap, orang-orang mengatakan kisah kita seumur jagung.
Saya akui Tuan Muda, kisah kita ini memang tidak seperti semangka atau mangga yang manis. Sebab, tidak pernah ada sesuatu yang romantis. Setiap kali saya berusaha menciptakan suasana romantis, Tuan Muda selalu berujar,”Ah, kamu ini melankolis”. Dan runtuhlah usaha saya menjadi gerimis.
Gerimis itu membasahi hati saya, membuatnya becek dan lembek, tapi saya suka sebab dengan becek dan lembek itulah biji-bijian yang saya tanam akan berkecambah dan tumbuh. Tapi tidak demikian dengan Tuan Muda. Tuan Muda adalah pagar besi, yang kokoh dan tinggi, yang akan berkarat jika terus digerus gerimis. Sebab itu, Tuan Muda selalu berkata,”Saya tidak suka semua yang melankolis”.
Ya, memang banyak sekali yang saya sukai namun Tuan Muda benci. Tak terhitung lagi apa yang Tuan Muda pahami dan tekuni namun saya tidak kunjung mengerti. Bahkan untuk urusan hati, kita juga berbeda. Tuan Muda menyukai Nona Muda yaitu saya, dan saya malah menyukai Tuan Muda. Sungguh berbeda bukan? Tapi itulah yang akhirnya membawa kita kepada kisah ini. Kisah yang akan kita telisik ini..
Saat awal kita bersua, saya ingat betul Tuan Muda begitu humoris bahkan sesekali romantis. Pesan-pesan Tuan Muda penuh canda dan berhasil membuat saya sesekali tertawa. sampai satu waktu Tuan Muda berbicara dengan nada yang berbeda, “Saya ini sesungguhnya tidak humoris, tidak romantis, tidak banyak basa-basi, tidak banyak bicara”.
Begitulah Tuan Muda, sejak hari itu Tuan Muda benar-benar menjadi diri Tuan Muda sendiri. Tapi saya tidak lantas membenci, saya akhirnya sampai pada titik pemahaman, laki-laki yang menyenangkan—humoris, romantis, pintar, berwawasan luas, bertanggung jawab—tidak selalu satu paket. Sebab sebagaimana manusia, laki-laki jelas makhluk yang tidak sempurna. Mereka punya sesuatu yang di mata perempuan dianggap kekurangan, seperti ya hal-hal yang saya sebutkan tadi.
Titik pemahaman itulah yang seperti Tuan Muda katakan kepada saya,”Saya menerima kamu apa adanya. Lebihmu dan kurangmu”. Saya tentu sejuk mendengarnya. Saya tidak perlu menjadi sempurna, saya hanya perlu dan harus menjadi diri saya apa adanya.
Kita adalah manusia biasa, yang sering disebut tempat salah dan lupa. Sesekali Tuan Muda berbuat sesuatu yang menurut saya salah dan saya demikian juga. Dan sering kita lupa bahwa kita bukanlah makhluk yang sempurna. Disinilah Tuan Muda, pemahaman kita satu sama lain terus diuji. Sampai pada batas mana kita bertoleransi dan mengerti?
Termasuk mengerti tanpa berkomunikasi, berkata tanpa bicara, bersua tanpa tatap muka. Saya harus benar-benar menimbang kekuatan saya Tuan Muda, untuk bertahan dalam hubungan yang Tuan Muda sebut,”Cinta Platonik”.
Saya lebih suka menyebutnya,”Long Distance Relationship”.
Sekali lagi Tuan Muda, saya bertanya, seberapa yakinkah Tuan Muda akan kekuatan Platonik itu?
Saya jelas tidak menunggu Tuan Muda, saya menunggu dan menjalani waktu yang kelak akan mengantarkan Tuan Muda kembali ke hadapan saya sembari membawakan saya seikat bunga lily.
Sunday, 20 June 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
emang tuan mudanya pergi tanpa jejak ya?
ReplyDelete:D
oh oooh... cinta platonik nad. aku masih ga ngerti korelasi LDR dan nama cinta platonik... plato itu kan kl ga salah tanah datar yaa --a eh engga deng.. plato itu mlh filsuf --a
ReplyDelete@deewahjoedi: nggak, tuan muda lagi semedi aja. haha :D
ReplyDelete@teteh: baca ini deh teh http://id.wikipedia.org/wiki/Cinta_platonik ntar kamu mudeng wis.. :)