Saat dedaunan berkata dengan berbisik
“Lihat, angin baru saja menelisik”
“tentang?” tanyaku
“tentang lelaki jauhmu”
bulan melengkung
menelikungku dengan soal-soal serumit kalkulus
“mengapa ada ragu yang basah dihatimu?”
bulan menghujam, dengan sabitnya yang tajam
“mengapa tak berkaca dahulu?”
dedaunan yang tadi berbisik berubah menjadi berisik
aku dituding tak tahu diri dan menuntut bulan turun ke bumi
agar aku berkaca dengan sinar pualamnya
lelaki jauh, dengar itu, (m)alam sudah menyiksaku
diam saja, aku tahu raguku akan kering sendiri
duduk saja di atas pelana kudamu dan tunggu
tunggu hatiku berderap seirama derap kudamu
puisi ngawur bin nyeleneh. Sudah lama saya tidak menulis puisi, dan ujug-ujug jadi begini. Tapi itu menggambarkan perasaan saya sekali, meski mungkin hanya saya yang mengerti. Haha..
ini soal keraguan dan terburu-buru berkata yakin. Percaya deh, buru-buru itu emang ngga baik. Soal apapun itu, meski yakin itu baik, ragu itu menurut saya baik juga kok. Itu membuat kita mundur selangkah dan melihat apa langkah yang akan kita ambil tepat? Seingat saya, orang yang tak pernah ragu adalah orang yang tak pernah berpikir.
Saya ragu karena saya memikirkanmu lelaki jauh. Dan kamu, berpikirlah bagaimana membuat saya yakin. *haha, meksoooo*
i like this better than the old one,,
ReplyDeleteakhirnya ganti juga,, jangan yang putih ya,, agak boring liatnya hehehe *jujur lhoo*
eniwei,, puisinya bagus kq,,,
:D
dripada tulisan2ku,, :P
hehehe, saya sendiri juga bosen teh, makanya ganti sekalian pindahan.. :)
ReplyDeletehehe, makasih teteh :)
tulisan teteh histor tetep lebih bagus. puisi ecek-ecek begini mana bisa dibandingkan dengan tulisan teteh yang inspiratif.. hehe
ideeem alinea terakhir.
ReplyDeleteihii nada :">
Saya ragu karena saya memikirkanmu lelaki jauh. Dan kamu, berpikirlah bagaimana membuat saya yakin.
ReplyDeleteyang ini ya chat? aduuh.. aku jadi malyuuuu :">
like this bwt kryanya
ReplyDelete