Monday, 14 September 2015

Secangkir Kopi Denok Ayu

Secangkir kopi seringkali lewat begitu saja sebagai rekan menghabiskan malam atau sekadar pelengkap obrolan bagi kawan. Tapi bagi Denok Ayu, secangkir kopi ini selalu punya makna lebih. Denok Ayu menolak mengunjungi kafe di kota ini, meskipun banyak orang mengatakan inilah benua dimana kafe dan segala kehidupan sosial di dalamnya begitu lekat. Jantung benua ini terletak pada waktu-waktu santai dan remeh yang dihabiskan menyesapi secangkir kopi dalam diskusi-diskusi di kafe-kafe kota.

Denok Ayu memilih caranya sendiri. Ia telah membawa biji kopinya sendiri dan tak rela orang lain menyentuhnya. Bagi Denok Ayu, kopi adalah urusan sentimentil. Soal kenangan yang dipadatkan dalam biji-biji kopi, terpaksa dihancurkan dahulu hingga menjadi buih sampai bisa dinikmati.

“Saya menanamnya sendiri dan memunguti biji-biji kopi ini di pinggiran alas. Menjijikkan memang, tapi percayalah, rasanya sungguh enak. Sudah saya cuci bersih tentu”, ucap lelaki itu sambil menyerahkan seplastik kopi yang hanya diikat sederhana dengan tali rafia yang nyaris putus.

“Konon, kata Wo Dar, kalau dijual bisa laku tiga ratus ribu”, sambung lelaki itu sambil terkekeh. Dia menyerahkannya begitu saja, tanpa berpikir nominal sebesar itu harus ia cari pontang-panting selama sebulan hanya untuk sekadar menyambung makan.

“Maaf saya tidak sempat nyelep, jadi masih gelondongan begini. Tapi di sana nanti ada selepan to?” Denok Ayu mengangguk dengan getir.

“Supaya tidak lupa ya, aroma kopi di sini tidak kalah dengan kopi Londo. Hati-hati!”. Kata-kata yang diucap tanpa beban oleh lelaki itu terasa begitu menghujam. Ada keringat yang mengkristal di setiap biji kopi yang Denok Ayu bawa dan meneguknya seperti mengulang kembali kenangan dengan cara yang begitu pahit. Hati yang tulus dan murni justru ia temukan di tengah kehidupan yang tak mudah, dengan desakan ekonomi yang menghimpit tiap hari. Tapi semangat lelaki itu berkobar sejak mereka berdua masih anak-anak. Seringkali takdir punya jalannya sendiri.

Inilah secangkir kopi yang akan selalu menambatkan hati Denok Ayu untuk bergegas pulang. Secangkir kopi yang mengingatkan Denok Ayu, orang-orang terdekat dalam hidupnya harus bermandi keringat untuk sekadar menikmati nasi yang pulen dan hangat. Secangkir kopi ini akan selalu membawa Denok Ayu pulang.

image courtesy : http://captain-d-o.tumblr.com/



No comments:

Post a Comment

jangan cuma baca, tapi komen juga ya