Wednesday, 17 September 2014

Surat Untuk Nur

06:30 0 Comments

Nur, kapan kamu pulang Nduk?

Padi di sawah sudah menguning, sudah wayahe panen. Kamu ndak kepingin ikut Bapak panen seperti dulu? Kamu dulu yang paling getol memakai ani-ani tiap kali panen karena katamu,”Kata Bobo, alat panen itu ani-ani pak. Kalau mboten pakai ini, bukan panen namanya”. Bapak yang sampai sekarang masih terbatas mengeja huruf hanya tersenyum saja. Kamu selalu bawa majalah bekas yang lusuh itu ke mana-mana. Selalu rutin beli majalah bekas yang kadang sampulnya sudah koyak itu di Pasar Pon tiap kali Emakmu menjual hasil kebun kita. Bapak ingat betul, senyummu mekar dari ujung ke ujung seharian memegang majalah itu. Sesekali kalau Emakmu selesai menyetrika dengan setrika arang yang kini sudah di gudang itu, kamu menyetrika majalahmu yang lusuh itu dengan hati-hati. Sesudah itu, kamu simpan hati-hati di lemarimu yang kecil itu. Senyummu waktu itu Nur, selalu membuat lelah Bapak hilang setelah seharian di sawah.

Apakah sekarang kamu masih sering tersenyum seperti itu, Nur?

Lik Di yang jadi sopir truk yang tiap Minggu ke Jakarta itu kemarin sempat mampir ke rumah. Bercerita tak sengaja bertemu kamu. Katanya, kamu sekarang lebih berisi. Bapak lega, paling tidak kamu makan cukup. Tidak seperti jaman kamu kecil dulu, Nur. Sering kali sego aking yang keras itu masih harus kita bagi-bagi, lauknya hanya daun singkong di kebun dengan sambal bikinan Emakmu. Bapak tahu kamu sering kali melihat lama bakul nasi, berharap Emak memberimu secentong lebih dari biasanya. Tapi Nur, memang tak ada apa-apa lagi di sana yang bisa dimakan. Setiap kali Bapak tanya apakah kamu masih lapar, kamu akan menggeleng. Kemudian menghambur ke rumah Kaji Mat di ujung desa. Ikut memilih biji kopi alih-alih bermain di lapangan masjid dengan teman-temanmu. Lima hari sekali, kamu akan ikut antre dengan ibu-ibu di depan rumah Kaji Mat, menunggu gaji. Hanya 100 rupiah tapi sudah lebih dari cukup, cukup untuk membeli majalah bekas di Pasar Pon. Sisanya kamu tabung di celengan ayam jago yang dulu dibelikan Emakmu waktu kamu mulai sekolah.

Apakah sekarang kamu masih rajin menabung seperti dulu, Nur?

Kata Lek Di, kamu sekarang sudah pakai baju bagus. Istilahnya Lek Di, baju kantoran yang kinyis-kinyis yang harganya tak kurang dari tiga ratus ribu rupiah harus beli di mall, tak dijual di Pasar Pon. Alhamdulilah Nur, berarti kamu sudah punya cukup uang untuk membeli baju baru dan bagus. Bapak dulu hanya bisa membelikanmu seragam bekas. Setiap lebaran, bajumu adalah lungsuran dari anak-anak Kaji Mat. Kamu tak pernah ngangluh, tak pernah meminta baju baru. Kamu cuma minta sekolah dan sekolah. Sampai akhirnya Bapak berani menyewa sawah, dengan modal pas-pasan. Berdasarkan hitungan sederhana Emakmu yang tak pernah tamat SD, kalau jadi buruh tani, kamu tak akan pernah bisa sekolah hingga SMP. Kamu ingat Nur pertama kalinya Bapak menggarap sawah sendiri dan bukan jadi buruh? Sehabis matahari tergelincir, kamu datang ke sawah membawakan makan dan mengamati padi-padi itu. Kamu ukur sudah tumbuh seberapa tinggi dan kamu bandingkan dari hari ke hari. Waktu bulir padi pertama keluar Nur, kamu lari ke gubuk dengan penuh semangat dan menyeret Bapak untuk melihatnya. Matamu saat itu Nur, penuh cahaya. Membuat Bapak tak pernah kehilangan semangat untuk ke sawah tiap hari. Membuat Bapak tak peduli panas tak peduli hujan, Bapak cuma ingin kekarepanmu itu terpenuhi. Sekolah.

Apakah masih ada kekerapenmu yang sekarang belum terpenuhi, Nur?

Kata Lek Di, kamu sekarang menjadi manusia sibuk. Menyapa Lek Di sebentar saja, titip salam untuk Bapak dan Emak kemudian berlalu sambil menonton benda yang sekarang sering dibawa-bawa Karman, mantri desa kita yang dulu sempat sekolah di kota. Kata Karman itu namanya sematpun,  Bapak lihat lebih mirip tivi kecil di rumah Kaji Mat tapi sematpun bisa digenggam satu tangan saja. Kalau-kalau nanti kekarepanmu sudah terpenuhi semua, maukah kamu memenuhi kekarepan Bapak, Nur?

Bapak hanya ingin kamu pulang sebentar saja, Nur.

Kamu masih ingat jalan pulang, Nur?

Monday, 15 September 2014

Algoritma Kehidupan

22:03 0 Comments

"Bagaimana cara kalian menuju kampus? Rute mana yang kalian pilih?".

Pertanyaan itu adalah pertanyaan pertama yang saya dapat di bangku kuliah. Beberapa kawan saya menjawab dan jawaban masing-masing berbeda. Ada yang naik sepeda motor, mobil, sepeda pancal bahkan jalan kaki. Rute yang dipilih pun berbeda karena kami semua tak tinggal di tempat yang sama.


"Begitulah juga algoritma. Algoritma adalah hal yang paling otentik dan unik dari manusia. Algoritma adalah cara manusia menyelesaikan masalah, karena otak dan pribadi manusia unik maka mustahil algoritma masing-masing sama persis".


"Yang membedakan adalah proses. Sebab jikalau bicara hasil, hasilnya tentu masalah itu terselesaikan".


"Kalau tidak bisa selesai pak?"


"Itu namanya masih proses."


Algoritma tiap orang menjadi berbeda karena banyak hal. Pengetahuan, pengalaman, kecerdasan dan juga perasaan. Hal ini menyadarkan saya, bahwa menjadi pribadi yang unik itu niscaya, karena tidak ada hidup hasil foto copy. Kalau soal waktu berjalannya algoritma alias running time, tiap manusia bisa jadi berbeda.


Dan berbeda itu tidak salah. Berbeda itu tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah tidak mau belajar mempercepat running time. Dosen saya itu menggunakan istilah, time limit exceeded, kehabisan waktu.


"Algoritma yang boros dan tidak efektif. Jangan jadi manusia tidak efisien macam begitu.".


Satu hal lagi yang harus dihindari, meniru mentah-mentah algoritma orang lain. Hal yang paling dibenci dosen saya itu. Hidup pun sama, mengapa harus repot meniru menjadi sama padahal fitrah manusia itu berbeda?

Wednesday, 3 September 2014

Sweet Escape to East of Java

02:59 0 Comments
Bulan kemarin, saya dan teman-teman kampus merealisasikan rencana lama kami. Jalan-jalan ke Banyuwangi. Formasi awal ada delapan orang yang berangkat, di menit terakhir, satu orang ada yang ga bisa dan akhirnya digantikan orang lain. Jadi formasi yang berangkat ada saya, Awalia, Ardian, Fadhila, Fadli, Fahmi, Fajar, dan Jalu. Kenapa harus delapan? Biar irit biaya :D

Jadi kami sewa mobil dari Surabaya, semakin banyak orang patungannya akan lebih murah. Total patungan cuma 160ribu rupiah per orang minus Fahmi, karena si Fahmi udah nyetir PP Surabaya-Banyuwangi. Kasian amat lah ya kalau harus iuran juga. Selain itu, si Fahmi udah berbaik hati 'menampung' kami di rumahnya (Fahmi asli Banyuwangi) jadi sudah amat sangat mengurangi biaya penginapan. :D

Jadi dengan uang 160 ribu saya bisa kemana saja?

1. Baluran, Africa Van Java
Dari Surabaya, lewat jalur Pantura kami langsung ke Baluran dulu. Sampai Baluran pas sore, sekitar jam setengah 4. Mengutip dari website resmi Taman Nasional Baluran nih, 
Taman Nasional Baluran atau juga lebih di kenal dengan julukannya, Africa Van Java adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Tujuan kami ke Baluran adalah Padang Savana Bekol dan Pantai Bama. Untuk sampai ke  Bekol, kami masih harus menempuh kurang lebih 11 km dari jalan Utama. Hampir 45 menit, karena akses jalan dalam Taman Nasional Baluran cukup rusak. Yang bikin saya terkagum-kagum, di sepanjang jalan yang kami lewati adalah hutan kering karena sedang kemarau. Namun. ada satu area yang bener-bener hijau., evergreen. Jadi area ini selalu hijau sepanjang tahun. Nah antara daerah hutan kering dan hutan hijau ini ngga ada sekat, alami gitu. Saya takjub. Perbedaannya sangat drastis. Sayang ngga sempet foto, karena keasyikan takjub. :(

Setelah itu padang savana Bekol. Ini bener-bener Afrika. Beneran. Rasanya kayak ngga di Indonesia.
Africa van Java
Di Taman Nasional Baluran, terdapat hewan-hewan yang hidup secara bebas. IYAK, BEBAS TANPA KANDANG. Yang kebetulan kami lihat ada monyet, rusa, merak dan banteng, IYAK BANTENG NGGA DI KANDANG. LARI-LARI HAPPY DENGAN KAWANANNYA.

Bantengnya happy banget dilepas liar

 Jadi akhirnya kami ngga berani turun dong, sempet turun tapi langsung ngacir waktu banteng-banteng nan gagah itu lari ke arah kami. Langsung semua masuk mobil.
Kalau tinggal tengkorak banteng, kami baru berani turun. :D
Setelah puas dikejar banteng, kami meneruskan perjalanan ke Pantai Bama. di Pantai Bama banyak monyet. Saya ulangi, BANYAK MONYET. karena saking banyaknya, jumlah manusianya kalah. Jangan dilihat mata-mata monyet ini kalau Anda tidak ingin dikejar monyet. Jangan juga bawa hape atau dompet atau benda lain yang bisa menarik perhatian monyet.
Pantai Surut dan Monyet

Sayang saat kami sampai di Pantai Bama, laut sedang surut. Jadi jelek deh pantainya :( tapi kami tetep selfie :3
Behind the Selfie.
Setelah itu, kami langsung meneruskan perjalanan. Karena waktu sudah senja dan karena ini Taman Nasional, ngga ada lampu. Kami juga sudah diwanti-wanti untuk keluar sebelum jam 18.30. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi kota, ke rumah Fahmi. Pukul 8 malam kami sampai. lanjut beristirahat dan tidur sejenak plus makan malam. Setelah itu, jam 11 malam kami langsung menuju..

2. IJEN, THE BEAUTY OF BLUE FIRE
Sebenarnya ini main destination kami. Kepingin lihat natural blue fire yang konon hanya ada dua di dunia. Satu di Indonesia dan satu di Kanada. Kalau ngga natural bisa lihat dimana? Kompor gas. :D
Sehari sebelumnya, saya sudah jogging. Awal menyuruh kami mempersiapkan fisik biar tidak kaget saat harus mendaki Ijen. Rupanya, setelah berbulan-bulan ngga pernah olah raga, mendaki gunung ini lumayan juga menguras tenaga. Tapi saya emang ngga pengen berhenti terlalu sering dan terlalu lama, karena dingin.

Sebelum berangkat, Ibu sudah membekali saya dengan senter dan gula merah. Untungnya saat kami mendaki, sedang bulan purnama jadi jalanan cukup terang, dan untuk gula merah ini ternyata sangat membantu. Saat kecapekan saya emut saja secuil gula merah, langsung punya tenaga lagi! Waw! Karena dingin, saya pake sweater ditambah jaket, plus kaos kaki, kaos tangan. Dingin emang. Lha kok pas di atas ketemu bule cuma pake tanktop. T.T

dan ternyata saat saya kesana sedang peak season, karena summer. Jadi buanyaaaak banget bule. Untuk sampai ke puncak, saya dan teman-teman butuh waktu 90 menit. Nah, untuk melihat blue fire, kami harus turun ke kawah. Nah turun ke kawah ini cukup berbahaya karena jalan terjal dan berbatu. Salah pijak kami bisa cedera terantuk batu-batu gede. Alhamdulilah saya dan kawan-kawan selamat sampai kawah. Kami sudah diwanti-wanti oleh Fahmi untuk menggunakan masker yang dibasahi. Untuk apa? Menahan serangan mendadak asap belerang. Masker biasa tidak mempan, jadi usahakan kalau mau ke ijen pakailah masker yang emang standar untuk gas beracun (banyak bule yang pakai) atau masker kain yang bisa dibasahi.

Blue Fire
Ih kok biasa aja? Iya soalnya kamu lihat pake lensa kamera, you'll be amazed when you see it by your own eyes. Bagus banget. Untuk turun ke kawah, kira-kira perlu waktu 45 menit. Begitu sampai di bawah, saya langsung kena serangan belerang :( Akhirnya, saya dan Fadli memutuskan untuk naik ke puncak, karena takut dengan serangan belerang. (iya kami cemen) sementara yang lain masih betah di bawah. Yakali, naik turun susah lihat blue fire 10 menit doang.

Di puncak kami disambut dengan hawa dingin yang SubhanAllah! ditambah dengan gerimis :( untung Fadli bawa payung. Kami menunggu yang lain naik ke puncak dan memutuskan menunggu sampai subuh, untuk mengambil foto kawah. Sayangnya, udah dibela-belain kedinginan dan kehujanan malah ada kabut :( jadi kami ngga bisa dapet foto kawah :(

Udah dibelain-belain kayak gini sampai nyaris hipotermia :(
Malah jadi tukang ronda begini di tengah belantara kabut
Akhirnya, setengah tujuh kami memutuskan untuk turun dan cari sarapan. Kami menuju warung Tempong, rekomendasi Fahmi. Ini pedesnya nampar abis! Setelah kenyang, kami balik sebentar ke rumah fahmi, balikin sarung (iya yang saya pake itu) dan barang-barang lain yang kami pinjam. Setelah itu kami langsung lanjut ke...


3. PANTAI PULAU MERAH, SURGANYA OMBAK
Awesome. Pantai ini garis pantainya puanjaaang dan masih bersih. Ombakya gede dan pasirnya putih. Sayang kurang beruntung jadi ga ketemu bule-bule surfing. So far, karena saya suka pantai yang sepi. Saya menikmati banget pantai ini. :)
No caption needed
Overall, saya dan kawan-kawan menikmati perjalanan kami ini :) setelah puas main di pantai. Kami mampir ke rumah Neneknya Fadjar untuk istirahat dan makan siang :D akhirnya sempet tidur juga, tapi malah jadi pegel semua :(
Setelah itu menjelang maghrib kami melanjutkan perjalanan pulang ke Surabaya. Sempat terjebak macet dan berkali-kali berhenti karena Fahmi kecapekan (ya iyalah dua hari nyetir nonstop tanpa istirahat) kami sampai di kampus lagi pukul 7 pagi :D

Kalau ada yang ingin ditanyakan bisa komen di postingan ini atau ke ask.fm/nadaharoen :)