Wednesday, 1 October 2014

Sebuah Nasihat Tentang Cinta

10:34 0 Comments
Konon, ketika kamu mencintai seseorang kamu akan menjadi pribadi yang berbeda. Kamu akan memandang dunia sebagai taman bunga. Kamu akan mendengar semua suara sebagai simfoni orkestra. Konon..

Katanya, kamu akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Pada detik pertama mata kalian beradu, pada menit pertama senyum kalian yang alamiah sama-sama mengembang. Pada suara pertama yang kalian dengar dari saling sapa. Katanya..

Sudah berapa cerita yang kamu dengar semacam itu? Sudah berapa film yang kamu lihat yang memberikan mimpi seperti itu? Sudah berapa lama kamu hidup dalam mimpi-mimpi semu itu?

Nak, kuberitahu. Cinta yang sebenarnya adalah cinta yang membebaskan dan kamu tahu tak pernah ada perjuangan pembebasan yang ringan. Cinta yang kamu bayangkan selama ini, jika pun itu benar-benar ada, semuanya akan kamu alami dalam satu detik pertama. Itu pun karena hormon yang bekerja tak lama. Selanjutnya apa yang bermain? Hati dan logika.

Cinta sesungguhnya adalah cinta yang membebaskan. Cinta yang membebaskan tidak akan pernah memaksamu menjadi orang lain dan menemukan seorang yang bisa menerimamu dengan utuh dalam sekejap hanyalah dongeng. Butuh waktu untuk mengerti dan butuh masa yang tak sebentar untuk menerima. Butuh perdebatan, argumentasi, saling tuduh dan saling serang hingga akhirnya kalian saling memahami. Apakah itu menyenangkan dan mudah? Nak, itu jalan terjal yang susah.

Seringkali dalam perjalanan, salah satu dari kalian atau kalian berdua merasa lelah. Merasa perjalanan ini tak mungkin dijalani karena betapa sulitnya menerima dan menyatukan isi kepala yang berbeda apalagi isi hati yang sudah tak saling berbicara. Kalian berujar, "Cinta kami sudah pudar, kami tak cocok". Kemudian kamu mencari orang lain, orang yang kamu harap membawa cinta baru.

Cinta adalah proses yang tak pernah mengenal kata selesai. Cinta adalah harapan yang tak pernah usai. Tapi cinta juga perdebatan dan pergumulan yang sering kali gagal dilerai. Cinta juga perselisihan yang kemudian menjadi awal dari bertikai. Cinta itu melelahkan.

Cinta akan memberitahumu kapan kamu harus beristirahat. Cinta tak akan segan mengingatkanmu kapan harus saling memberi nasihat. Cinta akan dengan senang hati memberikan perasaan yang hangat. Cinta akan memberi cahaya saat gelap terasa begitu pekat.

Semua film yang kamu tonton, semua cerita yang kamu baca secara maraton, tidak akan bisa menggambarkan cinta itu tanpa kamu mengalaminya. Dan percayalah, Nak, tak ada cinta yang sama di dunia ini.

Pun, apa yang kuceritakan ini, bisa jadi berbeda denganmu. Bisa jadi apa yang kamu sebut cinta kusebut merdeka. Bisa jadi apa yang kamu anggap cinta kuanggap sebagai mengerti dan menerima. Tak apa, Nak. Cinta punya banyak nama, kamu tak harus melabeli segala yang berurusan dengan rasa. Nikmati saja.

Pesanku, Nak, jangan pernah tertipu dengan segala cerita yang direka. Hidup, dan tentunya cinta tak pernah mudah. Tapi juga tak pernah sia-sia.

Wednesday, 17 September 2014

Surat Untuk Nur

06:30 0 Comments

Nur, kapan kamu pulang Nduk?

Padi di sawah sudah menguning, sudah wayahe panen. Kamu ndak kepingin ikut Bapak panen seperti dulu? Kamu dulu yang paling getol memakai ani-ani tiap kali panen karena katamu,”Kata Bobo, alat panen itu ani-ani pak. Kalau mboten pakai ini, bukan panen namanya”. Bapak yang sampai sekarang masih terbatas mengeja huruf hanya tersenyum saja. Kamu selalu bawa majalah bekas yang lusuh itu ke mana-mana. Selalu rutin beli majalah bekas yang kadang sampulnya sudah koyak itu di Pasar Pon tiap kali Emakmu menjual hasil kebun kita. Bapak ingat betul, senyummu mekar dari ujung ke ujung seharian memegang majalah itu. Sesekali kalau Emakmu selesai menyetrika dengan setrika arang yang kini sudah di gudang itu, kamu menyetrika majalahmu yang lusuh itu dengan hati-hati. Sesudah itu, kamu simpan hati-hati di lemarimu yang kecil itu. Senyummu waktu itu Nur, selalu membuat lelah Bapak hilang setelah seharian di sawah.

Apakah sekarang kamu masih sering tersenyum seperti itu, Nur?

Lik Di yang jadi sopir truk yang tiap Minggu ke Jakarta itu kemarin sempat mampir ke rumah. Bercerita tak sengaja bertemu kamu. Katanya, kamu sekarang lebih berisi. Bapak lega, paling tidak kamu makan cukup. Tidak seperti jaman kamu kecil dulu, Nur. Sering kali sego aking yang keras itu masih harus kita bagi-bagi, lauknya hanya daun singkong di kebun dengan sambal bikinan Emakmu. Bapak tahu kamu sering kali melihat lama bakul nasi, berharap Emak memberimu secentong lebih dari biasanya. Tapi Nur, memang tak ada apa-apa lagi di sana yang bisa dimakan. Setiap kali Bapak tanya apakah kamu masih lapar, kamu akan menggeleng. Kemudian menghambur ke rumah Kaji Mat di ujung desa. Ikut memilih biji kopi alih-alih bermain di lapangan masjid dengan teman-temanmu. Lima hari sekali, kamu akan ikut antre dengan ibu-ibu di depan rumah Kaji Mat, menunggu gaji. Hanya 100 rupiah tapi sudah lebih dari cukup, cukup untuk membeli majalah bekas di Pasar Pon. Sisanya kamu tabung di celengan ayam jago yang dulu dibelikan Emakmu waktu kamu mulai sekolah.

Apakah sekarang kamu masih rajin menabung seperti dulu, Nur?

Kata Lek Di, kamu sekarang sudah pakai baju bagus. Istilahnya Lek Di, baju kantoran yang kinyis-kinyis yang harganya tak kurang dari tiga ratus ribu rupiah harus beli di mall, tak dijual di Pasar Pon. Alhamdulilah Nur, berarti kamu sudah punya cukup uang untuk membeli baju baru dan bagus. Bapak dulu hanya bisa membelikanmu seragam bekas. Setiap lebaran, bajumu adalah lungsuran dari anak-anak Kaji Mat. Kamu tak pernah ngangluh, tak pernah meminta baju baru. Kamu cuma minta sekolah dan sekolah. Sampai akhirnya Bapak berani menyewa sawah, dengan modal pas-pasan. Berdasarkan hitungan sederhana Emakmu yang tak pernah tamat SD, kalau jadi buruh tani, kamu tak akan pernah bisa sekolah hingga SMP. Kamu ingat Nur pertama kalinya Bapak menggarap sawah sendiri dan bukan jadi buruh? Sehabis matahari tergelincir, kamu datang ke sawah membawakan makan dan mengamati padi-padi itu. Kamu ukur sudah tumbuh seberapa tinggi dan kamu bandingkan dari hari ke hari. Waktu bulir padi pertama keluar Nur, kamu lari ke gubuk dengan penuh semangat dan menyeret Bapak untuk melihatnya. Matamu saat itu Nur, penuh cahaya. Membuat Bapak tak pernah kehilangan semangat untuk ke sawah tiap hari. Membuat Bapak tak peduli panas tak peduli hujan, Bapak cuma ingin kekarepanmu itu terpenuhi. Sekolah.

Apakah masih ada kekerapenmu yang sekarang belum terpenuhi, Nur?

Kata Lek Di, kamu sekarang menjadi manusia sibuk. Menyapa Lek Di sebentar saja, titip salam untuk Bapak dan Emak kemudian berlalu sambil menonton benda yang sekarang sering dibawa-bawa Karman, mantri desa kita yang dulu sempat sekolah di kota. Kata Karman itu namanya sematpun,  Bapak lihat lebih mirip tivi kecil di rumah Kaji Mat tapi sematpun bisa digenggam satu tangan saja. Kalau-kalau nanti kekarepanmu sudah terpenuhi semua, maukah kamu memenuhi kekarepan Bapak, Nur?

Bapak hanya ingin kamu pulang sebentar saja, Nur.

Kamu masih ingat jalan pulang, Nur?

Monday, 15 September 2014

Algoritma Kehidupan

22:03 0 Comments

"Bagaimana cara kalian menuju kampus? Rute mana yang kalian pilih?".

Pertanyaan itu adalah pertanyaan pertama yang saya dapat di bangku kuliah. Beberapa kawan saya menjawab dan jawaban masing-masing berbeda. Ada yang naik sepeda motor, mobil, sepeda pancal bahkan jalan kaki. Rute yang dipilih pun berbeda karena kami semua tak tinggal di tempat yang sama.


"Begitulah juga algoritma. Algoritma adalah hal yang paling otentik dan unik dari manusia. Algoritma adalah cara manusia menyelesaikan masalah, karena otak dan pribadi manusia unik maka mustahil algoritma masing-masing sama persis".


"Yang membedakan adalah proses. Sebab jikalau bicara hasil, hasilnya tentu masalah itu terselesaikan".


"Kalau tidak bisa selesai pak?"


"Itu namanya masih proses."


Algoritma tiap orang menjadi berbeda karena banyak hal. Pengetahuan, pengalaman, kecerdasan dan juga perasaan. Hal ini menyadarkan saya, bahwa menjadi pribadi yang unik itu niscaya, karena tidak ada hidup hasil foto copy. Kalau soal waktu berjalannya algoritma alias running time, tiap manusia bisa jadi berbeda.


Dan berbeda itu tidak salah. Berbeda itu tidak jadi masalah. Yang jadi masalah adalah tidak mau belajar mempercepat running time. Dosen saya itu menggunakan istilah, time limit exceeded, kehabisan waktu.


"Algoritma yang boros dan tidak efektif. Jangan jadi manusia tidak efisien macam begitu.".


Satu hal lagi yang harus dihindari, meniru mentah-mentah algoritma orang lain. Hal yang paling dibenci dosen saya itu. Hidup pun sama, mengapa harus repot meniru menjadi sama padahal fitrah manusia itu berbeda?

Wednesday, 3 September 2014

Sweet Escape to East of Java

02:59 0 Comments
Bulan kemarin, saya dan teman-teman kampus merealisasikan rencana lama kami. Jalan-jalan ke Banyuwangi. Formasi awal ada delapan orang yang berangkat, di menit terakhir, satu orang ada yang ga bisa dan akhirnya digantikan orang lain. Jadi formasi yang berangkat ada saya, Awalia, Ardian, Fadhila, Fadli, Fahmi, Fajar, dan Jalu. Kenapa harus delapan? Biar irit biaya :D

Jadi kami sewa mobil dari Surabaya, semakin banyak orang patungannya akan lebih murah. Total patungan cuma 160ribu rupiah per orang minus Fahmi, karena si Fahmi udah nyetir PP Surabaya-Banyuwangi. Kasian amat lah ya kalau harus iuran juga. Selain itu, si Fahmi udah berbaik hati 'menampung' kami di rumahnya (Fahmi asli Banyuwangi) jadi sudah amat sangat mengurangi biaya penginapan. :D

Jadi dengan uang 160 ribu saya bisa kemana saja?

1. Baluran, Africa Van Java
Dari Surabaya, lewat jalur Pantura kami langsung ke Baluran dulu. Sampai Baluran pas sore, sekitar jam setengah 4. Mengutip dari website resmi Taman Nasional Baluran nih, 
Taman Nasional Baluran atau juga lebih di kenal dengan julukannya, Africa Van Java adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Tujuan kami ke Baluran adalah Padang Savana Bekol dan Pantai Bama. Untuk sampai ke  Bekol, kami masih harus menempuh kurang lebih 11 km dari jalan Utama. Hampir 45 menit, karena akses jalan dalam Taman Nasional Baluran cukup rusak. Yang bikin saya terkagum-kagum, di sepanjang jalan yang kami lewati adalah hutan kering karena sedang kemarau. Namun. ada satu area yang bener-bener hijau., evergreen. Jadi area ini selalu hijau sepanjang tahun. Nah antara daerah hutan kering dan hutan hijau ini ngga ada sekat, alami gitu. Saya takjub. Perbedaannya sangat drastis. Sayang ngga sempet foto, karena keasyikan takjub. :(

Setelah itu padang savana Bekol. Ini bener-bener Afrika. Beneran. Rasanya kayak ngga di Indonesia.
Africa van Java
Di Taman Nasional Baluran, terdapat hewan-hewan yang hidup secara bebas. IYAK, BEBAS TANPA KANDANG. Yang kebetulan kami lihat ada monyet, rusa, merak dan banteng, IYAK BANTENG NGGA DI KANDANG. LARI-LARI HAPPY DENGAN KAWANANNYA.

Bantengnya happy banget dilepas liar

 Jadi akhirnya kami ngga berani turun dong, sempet turun tapi langsung ngacir waktu banteng-banteng nan gagah itu lari ke arah kami. Langsung semua masuk mobil.
Kalau tinggal tengkorak banteng, kami baru berani turun. :D
Setelah puas dikejar banteng, kami meneruskan perjalanan ke Pantai Bama. di Pantai Bama banyak monyet. Saya ulangi, BANYAK MONYET. karena saking banyaknya, jumlah manusianya kalah. Jangan dilihat mata-mata monyet ini kalau Anda tidak ingin dikejar monyet. Jangan juga bawa hape atau dompet atau benda lain yang bisa menarik perhatian monyet.
Pantai Surut dan Monyet

Sayang saat kami sampai di Pantai Bama, laut sedang surut. Jadi jelek deh pantainya :( tapi kami tetep selfie :3
Behind the Selfie.
Setelah itu, kami langsung meneruskan perjalanan. Karena waktu sudah senja dan karena ini Taman Nasional, ngga ada lampu. Kami juga sudah diwanti-wanti untuk keluar sebelum jam 18.30. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi kota, ke rumah Fahmi. Pukul 8 malam kami sampai. lanjut beristirahat dan tidur sejenak plus makan malam. Setelah itu, jam 11 malam kami langsung menuju..

2. IJEN, THE BEAUTY OF BLUE FIRE
Sebenarnya ini main destination kami. Kepingin lihat natural blue fire yang konon hanya ada dua di dunia. Satu di Indonesia dan satu di Kanada. Kalau ngga natural bisa lihat dimana? Kompor gas. :D
Sehari sebelumnya, saya sudah jogging. Awal menyuruh kami mempersiapkan fisik biar tidak kaget saat harus mendaki Ijen. Rupanya, setelah berbulan-bulan ngga pernah olah raga, mendaki gunung ini lumayan juga menguras tenaga. Tapi saya emang ngga pengen berhenti terlalu sering dan terlalu lama, karena dingin.

Sebelum berangkat, Ibu sudah membekali saya dengan senter dan gula merah. Untungnya saat kami mendaki, sedang bulan purnama jadi jalanan cukup terang, dan untuk gula merah ini ternyata sangat membantu. Saat kecapekan saya emut saja secuil gula merah, langsung punya tenaga lagi! Waw! Karena dingin, saya pake sweater ditambah jaket, plus kaos kaki, kaos tangan. Dingin emang. Lha kok pas di atas ketemu bule cuma pake tanktop. T.T

dan ternyata saat saya kesana sedang peak season, karena summer. Jadi buanyaaaak banget bule. Untuk sampai ke puncak, saya dan teman-teman butuh waktu 90 menit. Nah, untuk melihat blue fire, kami harus turun ke kawah. Nah turun ke kawah ini cukup berbahaya karena jalan terjal dan berbatu. Salah pijak kami bisa cedera terantuk batu-batu gede. Alhamdulilah saya dan kawan-kawan selamat sampai kawah. Kami sudah diwanti-wanti oleh Fahmi untuk menggunakan masker yang dibasahi. Untuk apa? Menahan serangan mendadak asap belerang. Masker biasa tidak mempan, jadi usahakan kalau mau ke ijen pakailah masker yang emang standar untuk gas beracun (banyak bule yang pakai) atau masker kain yang bisa dibasahi.

Blue Fire
Ih kok biasa aja? Iya soalnya kamu lihat pake lensa kamera, you'll be amazed when you see it by your own eyes. Bagus banget. Untuk turun ke kawah, kira-kira perlu waktu 45 menit. Begitu sampai di bawah, saya langsung kena serangan belerang :( Akhirnya, saya dan Fadli memutuskan untuk naik ke puncak, karena takut dengan serangan belerang. (iya kami cemen) sementara yang lain masih betah di bawah. Yakali, naik turun susah lihat blue fire 10 menit doang.

Di puncak kami disambut dengan hawa dingin yang SubhanAllah! ditambah dengan gerimis :( untung Fadli bawa payung. Kami menunggu yang lain naik ke puncak dan memutuskan menunggu sampai subuh, untuk mengambil foto kawah. Sayangnya, udah dibela-belain kedinginan dan kehujanan malah ada kabut :( jadi kami ngga bisa dapet foto kawah :(

Udah dibelain-belain kayak gini sampai nyaris hipotermia :(
Malah jadi tukang ronda begini di tengah belantara kabut
Akhirnya, setengah tujuh kami memutuskan untuk turun dan cari sarapan. Kami menuju warung Tempong, rekomendasi Fahmi. Ini pedesnya nampar abis! Setelah kenyang, kami balik sebentar ke rumah fahmi, balikin sarung (iya yang saya pake itu) dan barang-barang lain yang kami pinjam. Setelah itu kami langsung lanjut ke...


3. PANTAI PULAU MERAH, SURGANYA OMBAK
Awesome. Pantai ini garis pantainya puanjaaang dan masih bersih. Ombakya gede dan pasirnya putih. Sayang kurang beruntung jadi ga ketemu bule-bule surfing. So far, karena saya suka pantai yang sepi. Saya menikmati banget pantai ini. :)
No caption needed
Overall, saya dan kawan-kawan menikmati perjalanan kami ini :) setelah puas main di pantai. Kami mampir ke rumah Neneknya Fadjar untuk istirahat dan makan siang :D akhirnya sempet tidur juga, tapi malah jadi pegel semua :(
Setelah itu menjelang maghrib kami melanjutkan perjalanan pulang ke Surabaya. Sempat terjebak macet dan berkali-kali berhenti karena Fahmi kecapekan (ya iyalah dua hari nyetir nonstop tanpa istirahat) kami sampai di kampus lagi pukul 7 pagi :D

Kalau ada yang ingin ditanyakan bisa komen di postingan ini atau ke ask.fm/nadaharoen :)

Thursday, 3 July 2014

How to Understand Woman

03:36 0 Comments

"How to understand woman? They all never tell me what is exactly they want. Is that too hard to tell man straight to the point?", once my male friend asked.

Here is I tell you the secret.
The point is we do not know what we want.
The point is we use our feeling and intuition more than all you guys ever did.
The point is while you're trying to figure out what we want, don't get mad, treat us with patience. Scream to us clearly won't help at all. Mad at us just make us mad back at you.

"I never scream to woman". Yes you don't, but you slam the door.
"I have patience limit, you know!" Yes, and we do. Walk out with anger, make us 'afraid' of you, do not talk to us for whole day, we also need a lot of patience to handle those things.

"She didn't want to talk to me, what should I do?"
There are only two reason. You had not read this post yet before you did all the mistakes or maybe this post was written after you had done all the mistakes. So, bad luck.

Wednesday, 2 July 2014

Mungkinkah kamu akan bosan?

10:13 0 Comments

Mungkinkah kamu akan bosan?
Kelak saat kulitku berkeriput
Kelak saat bicaraku menciut
Kelak saat akalku berjalan seperti siput
Kelak saat tawaku nampak kusut
Kelak saat ingatanku mudah tercerabut

Mungkinkah kamu akan bosan?
Jika besok bicaraku dipenuhi tanda-tanda
Jika besok nuansa hatiku tak terduga
Jika besok aku bukan teman diskusi yang bernas dan penuh canda
Jika besok aku menjadi seperti perempuan lainnya

Mungkinkah kamu akan bosan?
Karena hari ini aku menjadi perempuan
Karena hari ini aku menggunakan perasaan
Karena hari ini aku berbicara tak karuan
Karena hari ini hatiku (yang nampaknya karena hormon) rasanya diguncang topan
Karena hari ini bicaraku pas-pasan

Mungkinkah kamu akan bosan?
Mendengarku menggumam
Melihat wajahku muram
Merasai hatiku kelam

Mungkinkah kamu akan bosan saat aku menjadi semua yang tak kamu harapkan?
Mungkinkah kamu akan bosan membaca puisi macam ini berulang-ulang?
Mungkinkah?

Mungkin.

Mendadak semua terasa dingin.

Wednesday, 21 May 2014

And You Let Her Go - Part 1

09:44 0 Comments

Pagi masih malu-malu di Timur Surabaya. Matahari belum seganas biasanya tetapi lelaki itu sudah menghabiskan separuh sarapannya di restoran cepat saji yang tak kenal kata tutup. Ini bukan jam sarapan lelaki itu seperti biasanya. Lelaki itu biasanya menggabungkan sarapan dan makan siang. Praktis.

Lelaki itu menikmati separuh sarapannya dengan separuh hati dan cemas. Sarapan itu terasa hambar. Sesungguhnya ia tak punya selera makan setelah tak bisa tidur semalaman. Tapi menunggu di restoran cepat saji tanpa memesan makanan rasanya jadi tontonan yang tak nyaman. Separuh pertama sarapannya menyadarkannya perutnya lapar, separuh akhir membuat ia merasakan detik-detik yang cemas.

Semalam gadisnya meminta bertemu di restoran cepat saji ini. Ada yang harus dibicarakan, kata gadis itu dengan nada menggantung yang tak enak. Lelaki itu hafal nada menggantung semacam itu. Pertanda tak baik. Semalaman ia gelisah. Ini bukan pertama kali gadis itu mengucapkan nada menggantung itu. Kesempatan-kesempatan sebelumnya lelaki itu berhasil mengubah kembali nada menggantung menjadi ceria dan keduanya kembali mesra. Akankah kali ini sama?

Sarapan lelaki itu sudah habis. Gadis itu sudah terlambat 45 menit. Tepat saat lelaki itu akan menelepon, gadis itu muncul dengan senyuman datar dan tatapan sayu. Ia menuju counter memesan makanan.

Lelaki itu tak pernah melihat tatapan sayu itu sebelumnya. Itu bukan tatapan kecewa atau marah. Itu adalah tatapan lelah. Gadis itu membawa sarapannya ke meja tempat lelaki itu duduk.

Tatapan gadis itu berubah dari biasanya. Mata gadis itu adalah mata bercahaya yang membuat lelaki itu jatuh cinta. Senyum gadis itu adalah semangat yang tak kenal habis. Kini di hadapan lelaki itu, mata gadis itu terlihat lelah. Gadis itu tersenyum. Senyum getir.

To be continued..

Monday, 31 March 2014

Do you really want to let that girl go?

14:21 0 Comments
I always talk to myself that I am ready to move on from that phase. The phase where I always write all poems, write down everything that I feel in such a melodramatic ways. I keep telling myself, I've done there. I need to move on. I need to live in the reality. But the true is I never want to move on. I want to be always there as the melodramatic me in such way cause I enjoy it so much.

Earlier today, I read all the poems that I write, I read all my melodramatic short stories and also my novel and give myself one hell of a question,"Do you really want to let that girl go?". Maybe I have fewer readers now, not so much as I have when I was so actively being melodramatic and wrote all the feelings down (read: on high school), but hell yeah. I realize now, the reader part is not the thing I need the most. The thing I need the most is to finally let my feeling go in such a beautiful way.

I've burried all my feelings with a silence. I never pour them again with words  like I used to. I missed many parts that really good enough to be written. I miss the old me.

It's not a good starter for being melo again, but yeah, I promise myself to write more and also make a promise to finish my thesis soon. Amen.

Everything will be back to normal

04:35 0 Comments
I hate PMS. You hate my PMS too. We both agree that PMS makes me super-duper-sensitif-and-also-like-a-bitch-that-you-want-to-slap-right-on-her-face soooooo much. My PMS this month that happens since yesterday also makes me feel like a dumpster.

 It's a word I invented. It feels like being dumped and being a hipster at the exact same time. Or you maybe said that on shorter term, weird.

Suddenly you became a jerk, all your flaws raised to the surface. I hate you and I hate myself because before all of this I've already accepted you as the way you are. 

But the most unbearable thing is the fact that I didn't realize all of this is a PMS thing. I kept telling myself that something went wrong between us. We shouldn't be together. And then holy crap. The reason come in. My period came 3 days before the marked date. Haha. 

But I know everything will be back to normal once you said you love me. Cause I know, I do.

I think millions of women agree with me about this, about how you feel when you are PMS. And dude, just bear with us. Be cool. Hahahahahaha.

Monday, 10 March 2014

Resep Sehat Murah Enak Ala Anak Kos

20:52 0 Comments

Resep ini murah, karena memang ngga mahal. Mudah, karena bahan-bahannya nggak susah dicari dan mudah pula memasakknya. Sehat karena isinya sayur dan telor, perpaduan lengkap vitamin, serat dan protein. Resep ini hasil improvisasi sendiri. Resep dasarnya orak-arik tapi kemudian saya modifikasi. Cocok buat anak kos.

Resep Orak-Arik Warna-Warni
Bahan Telur Dadar
1 butir telur
50 ml susu cair
Garam secukupnya
Saos secukupnya
Mentega secukupnya

Bahan Orak-Arik
2 siung bawang merah, iris halus
2 siung bawang putih, iris halus
50 gr wortel, potong dadu kecil-kecil
5 lembar daun sawi, rajang ukuran sedang
5 buah cabe rawit (kalau ga suka pedes, kurangi saja jumlahnya atau ganti cabe lain)
1 sdm Saos Tiram
1 sdm Kecap manis
Garam secukupnya
3 sdm Minyak goreng

Cara membuat:
1. Kocok semua bahan telur dadar hingga merata. Panaskan penggorengan (saya pakai teflon), tambahkan mentega. Setelah panas, dadarlah adonan telur ke penggorengan. Orak-ariklah pelan. Angkat. Tiriskan.
2. Panaskan minyak di wajan. Masukkan bawang merah dan bawang putih. Setelah harum, tambahkan cabe.
3. Masukkan wortel, tumis hingga wortel layu.
4. Masukkan sawi dan orak-arik telur.
5. Tambahkan saos tiram, kecap manis dan garam.
6. Angkat dan tiriskan.

Monday, 6 January 2014

Nostalgia Maya

04:43 0 Comments
Timeline facebook saya sedang dipenuhi oleh status-status lawas yang digemparkan lagi. Semacam nostalgia maya, apa yang kita lakukan 4 atau 5 tahun silam. Apa yang kita tulis dan bagaimana menulisnya. Ada beberapa yang alay, ada beberapa yang memang tidak melewati fase alay ( setidaknya di facebook, entah di friendster). Melihat ini, saya yang lagi belajar untuk TA sekaligus belajar UAS Jaringan Multimedia (penting banget ini ditulis, biar kesannya ngga online tanpa guna doang :D ) membuka kembali facebook saya sekitar tahun 2009. Awal saya mulai rajin posting di facebook, menulis note, say hi dengan teman-teman dan juga soal asmara. Namanya juga remaja, kala itu sih. (sekarang masih remaja belasan tahun juga kok, tenang aja)

Nostalgia ini maya ternyata membangkitkan kenangan. Semacam kenangan yang mati suri, tidak saya matikan tapi mati sendiri karena waktu. Saya jadi ingat saya pernah jatuh cinta, saya pernah begitu bahagia dan termehek-mehek mewujudkannya dalam tulisan yang melodrama. Beberapa orang menyukai tulisan saya yang menye-menye itu, menyentuh hati kata mereka. Buat saya, kata-kata saat itu masih jauh dari menggambarkan apa yang sebenarnya saya rasakan. Kata-kata sering kehabisan bentuk dalam mewujudkan kembali perasaan. Atau memang pada dasarnya, kata kalah dengan rasa.

Nostalgia itu juga beranjak bagaimana saya patah hati dan suprisingly cepet sekali move on. Huahahahahahahaha (Sorry to say). Tapi ini memang proses move on yang cepat. Tapi bukan berarti saya melupakan kenangan. Buat saya, semua orang yang saya temui membentuk saya menjadi orang yang sekarang ini. Saya menjaga hubungan baik dengan orang-orang dari masa lalu (ada yang saya block karena memang totally annoying). Saya menjaga hubungan ini karena pada dasarnya saya percaya, masa lalu bukan musuh. Ia adalah teman yang arif dan bijak untuk berdiskusi tentang masa depan. 

Alhamdulilah saya bisa menyimpan kenangan dengan baik tanpa perlu menyimpan rasa yang melekat pada kenangan itu. Saya hanya tersenyum kecil mengingat kembali semua proses saya menjadi seperti ini. And for that, I am blessed. Thank you.

Terima kasih telah membantu saya berproses menjadi sekarang ini. Ada yang membantu saya jadi juara baca puisi, ada yang membantu saya belajar bahasa Arab, ada yang mengenalkan saya pada Soe Hok Gie dan sekarang ada yang menemani saya menjadi Google Student Ambassador dan menemani saya ngoding. Terimakasih.

Memori memang suka melambai-lambai kepada kita, seperti kawan lama yang mengajak berbincang. Sesekali ia perlu diakrabi karena kenangan adalah kawan yang bijak. Tapi jangan sampai terjebak. Jangan sampai hidup dalam masa lalu.

Itu pula yang sekarang terjadi. Saya undur diri dari kenangan dan kembali ke masa kini. Kembali duduk di Laboratorium Pemrogaman, mulai mengerjakan TA dan duduk bersama masa ini, saat ini. Yang sangat saya syukuri. Kamu. 



Thursday, 2 January 2014

Menjadi Manusia

01:06 0 Comments

Setiap orang selalu memiliki batas toleransi, batas pengertian dan batas kesabaran sebab memang sejatinya manusia adalah keterbatasan itu. Pun aku, punya keterbatasan. Banyak kekurangan.

Mengenal manusia lain, adalah mengenal keterbatasan diri. Apa yang orang lain bisa dan kita tidak? Mengapa kita tidak bisa? Belajar bercermin dan membenahi diri adalah kunci untuk menekan segala keterbatasan yang tak berbatas itu.

Mengenal kamu adalah (seperti) mengenal manusia. Dengan watak unik, dengan sikap yang (kadang) nyentrik.

Sejak awal aku percaya, tak ada yang sempurna. Terlebih aku. Aku penuh alpa, aku bisa lupa, aku bisa salah kapan saja. Aku mengakui aku salah, aku menyadari aku berbatas. Aku mengakui dengan sepenuh hati. Namun rupanya, hidup berdampingan dengan kamu yang serupa malaikat, selalu benar, membuat batasku makin ditekan.

Kamu yang selalu benar, kamu yang merasa selalu punya alasan benar untuk semuanya. Kamu yang... seolah malaikat.

Aku ingin hidup berdampingan dengan manusia saja, yang sadar ia bisa salah dan lupa. Yang mengenal maaf dengan hatinya tanpa orang lain perlu bersungkur di kakinya.

Apakah aku salah bergaul?