Saya suka mengintip
timeline kamu tiap malam. Mengintip dari tweet terakhir yang saya baca hingga
tweet terbaru yang kamu tulis. Dari apa yang saya baca itulah saya menduga kamu
sibuk apa hari itu, kamu bercanda dengan siapa saja hari itu, kamu sedang
memikirkan siapa hari itu.
Saya tidak punya
akun twitter dan saya bersyukur saya tidak perlu punya akun kalau hanya sekadar
ingin membaca timeline mu, mengamatimu dari kejauhan.
Saya bersyukur kamu
masih membuka profilmu itu dan saya berharap selepas pengakuan ini, kamu
tidak mengubahnya. Kamu tidak membuat saya harus secara terang-terangan mengikutimu.
Saya kadang kesal
sendiri, tiap kamu menulis tentang perasaan, atau rindu, atau cinta. Saya hanya
bisa sebatas menduga, siapa dibalik itu semua? Siapa yang betah sekali berada
di pikiranmu—seperti kamu yang betah sekali berada di pikiran saya?
Karena saya hanya
bisa menduga, saya menimbun tanda tanya tiap hari, mengumpulkan penasaran yang
makin hari makin menggunung. Dan yang paling parah, perasaan yang mulai tak
bisa dibendung.
Saya Cinta Kamu.
Kamu mengaku. Saya ternganga. Tak menduga kamu yang saya anggap acuh, ternyata begitu rajin mengamati, begitu peduli. Hanya saja kamu diam, hanya saja kamu seperti hantu, tak meninggalkan jejak. Tak ada bukti, karena itu sepanjang hari saya hanya terus berspekulasi. Menulis tentang cinta, tentang rasa, tentang rindu tanpa pernah merujuk kepada siapa pun. Karena orang yang ingin saya sebut, tak punya akun twitter. Kamu.
Pengakuan ternyata
membawa kamu dan saya, menjadi kita. Doa kita yang sederhana: semoga cinta tak
hanya tumbuh di timeline, semoga cinta kita menyempurnakan satu sama lain. amin
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletehe he ada trouble di komen sebelumnya. Bahasamu unik dek, i can feel it, deep in side my heart :)
ReplyDeletehehe, makasih mbak :)
ReplyDeletekeren :D
ReplyDelete