Wednesday 16 March 2011

Menjadi Mahasiswa

Saat saya pertama kali mengikuti seminar di Kampus saya, seingat saya seminar mengenai PKM ( Program Kreatifitas Mahasiswa), saya dengan blak-blakan di depan forum berkata,”Saya tidak ikhlas masuk ITS”. Saat itu kegiatan perkuliahan belum dimulai, pengkaderan belum dilaksanakan dan pastinya banyak teman saya yang tersentak mendengar pernyataan itu. Bagaimana bisa?


Ketika kemudian banyak teman saya mengeluhkan jurusan saya ini, Teknik Informatika, sebagai jurusan dengan mata kuliah yang berat dan pengkaderan yang susah kemudian mereka merasa tidak betah, saya jelas bukan bagian dari mereka. Jauh sebelum itu semua terjadi saya sudah memproklamirkan diri, “ SAYA TIDAK SUKA DI ITS” oke, capslock saya tadi kepencet.

Ditambah lagi ketika saat ada acara pengkaderan jurusan, HMTC week, saya dengan lantang menyuarakan ketidaksukaan saya dengan system pengkaderan di ITS di hadapan seluruh mahasiswa baru ITS dan juga mantan komting juga para anggota himpunan yang lain. Ketidaksukaan saya karena proses pengkaderan ini masih belum bisa menghasilkan mahasiswa yang tidak bermental buruh dan tidak jago kandang. Bukan tanpa alasan saya bicara semacam itu yang kalau saya paparkan semua alasannya tentu postingan ini akan menjadi sangat panjang.

Yang menarik adalah ketika kemudian teman-teman saya berkata, “Wah, Nad. Kamu harusnya masuk jurusan politik atau hukum!”

Satu lagi paradigma yang menurut saya salah kaprah. Kekritisan mahasiswa menanggapi lingkungannya tidak hanya boleh dimiliki mereka yang berlatar belakang studi sosial humaniora. Justru seharusnya wawawan sosial dan wawasan dinamika kehidupan bernegara wajib dimiliki mahasiswa teknik. Bukan untuk mendidik menjadi demonstran tentunya, tapi untuk membuat para calon insinyur dan pemegang kebijakan teknologi ini tahu, kemana kelak harus membawa negerinya ini.

Sayangnya, lingkup kuliah saya dan lingkungan kampus kurang mendukung terciptanya semangat semacam itu. Mahasiswa terus dibombardir tugas, bahkan maba dengan pengkaderan, tak ada waktu untuk berdiskusi secara kontinyu masalah-masalah actual negeri.

Saya bukanlah orang yang menganggap pengkaderan tidak memiliki satu pun nilai positif. Saya yakin ada hikmah di balik pengkaderan yang semacam ini. Tapi saya sebagai pribadi meyakini, ada cara yang jauh lebih baik untuk membentuk agent of change. Cara yang harus kita musyawarahkan bersama dengan kepala dingin dan merangkul semua. Saya percaya itu.

Kembali ke persoalan saya tidak suka di ITS dengan iklimnya yang semacam ini, seorang senior dari jurusan lain pernah berkata kepada saya,”Nada, kamu akan belajar lebih cepat justru dari kondisi lingkungan yang membuatmu tidak nyaman”.

Ya, saya sedang belajar jurusan yang ingin saya cintai.
VIVAT TC!

7 comments:

  1. Nada, pengkaderan di ITS itu maksudnya apa ya? nggak ngerti,

    ReplyDelete
  2. Wah, topik berat nih :)

    Kalau menurut saya sih pengkaderan terbaik itu pengkaderan berbasis keteladanan. Bukan berbasis intimidasi dan ancaman.

    Ini ada tulisan seorang Maba ITS yang sepertinya satu pendapat dengan sampeyan Nad. Lumayan keren lho. Silakan dibaca.

    http://blueaurora.wordpress.com/2010/09/03/ketika-pengkaderan-telah-menjadi-budaya/

    Kalau nggak keberatan juga, ini ada beberapa opini Mahasiswa ITS yang menarik untuk disimak...

    http://its.ac.id/berita.php?nomer=7342
    http://its.ac.id/berita.php?nomer=7039

    ReplyDelete
  3. hmmm...
    setuju berpikir kritis bukan hegemoni rumpun IPS...


    btw,ada niatan ngubah sistem yang sudah ada??
    kalo ada pasti saya dukung :D

    ReplyDelete
  4. Waduh, belum jadi mahasiswa nih, ga tau mau komentar gimana... :p :D

    ReplyDelete
  5. @ajeng: pengkaderan itu semacam OSPEK di ITS
    @massa'ad: wah, ada senior.. hahaha :)) langsung ke TKP, gan :)
    @dee: ada, ada niat :P di dukung dari sumber dana saya juga mau ;))
    @apokpak: siap-siap, bentar lagi lho B-)

    ReplyDelete
  6. Salute! *plok plok plok*

    Suarakan isi hatimu, dan kamu pun akan lega :)
    jadi inget dulu (banget) pas jadi mahasiswa baru, andai saat itu ku punya keberanian seperti nada, makasih ceritanya :)

    ReplyDelete
  7. iyaaaa, sama-sama ash.. sayang saya baru bisa ngomong, belum bisa berbuat banyak :)

    ReplyDelete

jangan cuma baca, tapi komen juga ya