Jika kamu berumur antara 20-30 tahun dan sedang mengalami fase-fase penuh kegelisahan dalam hidup dan kamu merasa kamu tidak menemukan jawaban atau bimbang dalam menentukan apa yang akan kamu lakukan selanjutnya dalam hidupmu, kamu tidak sendirian. Kamu sedang mengalami krisis perempat baya alias quarter life crisis, sebuah kondisi yang banyak dialami oleh seseorang yang sedang mengalami transasi dari masa remaja menjadi seseorang yang (harus) dewasa sepenuhnya.
Silakan tanyakan ini pada dirimu.
1. Saya bimbang dan merasa galau apa yang harus saya lakukan berikutnya dalam hidup, melanjutkan studi? Mengejar karir di bidang lain? Menikah?
2. Saya merasa pekerjaan saya sekarang sungguh membosankan dan saya ingin suasana yang lain dari pekerjaan yang monoton seperti saat ini.
3. Setelah lulus apakah saya harus melamar pekerjaan? Pekerjaan macam apa yang cocok untuk saya? Ataukah sebaiknya saya berwirausaha? Tapi usaha macam apa yang bisa saya rintis? Bagaimana caranya?
4. Hampir tiap akhir pekan agenda saya adalah mendatangi resepsi teman atau rekan. Saya sendiri kapan dong? Keluarga dan kerabat selalu menanyakan hal yang sama kepada saya, kapan nikah? Kapan nikah? Duh, jodoh pun belum bertemu.
5. Saya sudah berada dalam hubungan yang panjang, tapi rasanya tidak ada kejelasan dalam hubungan kami. Apakah kami akan menikah? Apakah kami memang cocok untuk menghabiskan hidup kami bersama? Apakah dia memang ingin menikahi saya dan apakah saya juga ingin menikahi dia?
6. Saya sudah menikah, tapi saya merasa banyak impian saya belum terwujud. Bagaimana bisa saya mewujudkan mimpi – mimpi saya itu dengan tanggung jawab yang saya miliki sekarang setelah menikah? Masih bisakah saya mengejarnya?
7. Si kawan itu sudah berhasil mencapai ini, si dia sekarang sudah berpenghasilan sekian, kenapa saya jauh dari yang saya harapkan?
8. Kenapa setelah semua yang saya dapatkan saya tidak merasa bahagia? Apa sih sebenarnya yang bisa membuat saya bahagia?
9. Pencapaian saya selama ini tidak ada artinya. Saya ini bukan siapa-siapa.
Dan daftar kegalauan ini pun bisa terus bertambah tanpa henti. Jika dari pertanyaan-pertanyaan di atas ada yang kamu rasakan dan pertanyaan itu muncul terus berulang-ulang, mungkin kamu sedang mengalami quarter-life crisis.
Quarter –life crisis ini biasanya memang berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut keputusan kita di masa depan yang akan berpengaruh dalam hidup. Jadi bukan hal macam kegalauan hari ini makan apa yang muncul tiap hari, itu belum bisa disebut quarter-life crisis sepertinya.
Saya sendiri baru mendengar soal istilah ini beberapa hari lalu dari teman saya yang mengambil doctoral di bidang psikologi. Dan pertanyaan saya ketika mendengar hal ini, terus bagaimana dong mengatasinya?
Kata dia, jawabanya adalah Let It Go. Ada masanya kegelisahan itu akan lewat, misal sekarang kamu terus galau dan merenung kapan kamu akan menikah? Kapan tiba giliranmu? Setahun setelah momen quarter-life crisis ini lewat, kamu akan menilik kembali ke masa itu dan merasa, “Duh, ngapain dulu hal kayak gitu digalauin terus-terusan. Buang Energi. Just Let it Go and moving forward”.
Meskipun jawaban ini terasa masuk akal dan hanya bisa dibuktikan oleh waktu, saya akhirnya mencari jurnal atau paper yang membahas hal ini dan bagaimana mengatasinya. Akhirnya saya menemukan salah satu paper yang berjudul “Coaching Clients through the Quarter-Life Crisis: What works?” ditulis oleh Alice Stapleton pada tahun 2012 . Di paper tersebut dituliskan juga macam-macam kegalauan yang muncul dan karena responden berasal dari UK maka kegalauannya agak sedikit berbeda dengan kegalauan anak muda Indonesia, misalnya tidak ada isu sama sekali soal pernikahan. Yang menarik adalah bagaimana paper tersebut menjelaskan bagaimana kita bisa melewati quarter-life crisis. Di paper tersebut sebenarnya hal yang dilakukan untuk melewati crisis ini adalah dengan coaching, atau pembinaan, meskipun saya rasa kita juga bisa mencobanya dan inilah yang bisa kita lakukan.
1. Tentukan arah dan Fokus
Ketika menghadapi quarter life crisis, hidup terasa tak menentu dan kita merasa tak jelas kemana harus melangkah. Di paper disebutkan, dalam coaching tersebut, kita bisa dibantu untuk menentukan arah dan focus dengan arah tersebut. Kalau kita tidak ikut coaching apa yang bisa kita lakukan? Lihat kembali hidupmu dari posisi yang berjarak, evaluasi semua arah yang pernah kamu tuju dan tentukan mana yang membuatmu merasa lengkap dan fokuslah ke arah itu. Misal kamu merasa hal yang sangat menarik dalam hidupmu adalah pendidikan, opsi melanutkan pendidikan bisa jadi lebih masuk akal dan fokuslah untuk mengejar pendidikan lanjut. Bagaimana jika kamu tahu bahwa yang ingin kamu lakukan adalah membangun keluarga dan membesarkan anak-anak? Fokuslah mencari jodoh dan tentukan apa yang bisa kamu lakukan untuk mencari orang yang sevisi dengan kamu. Ini bukan artinya tidak pilih-pilih, tapi tidak ada salahnya mengambil insiatif selagi itu masih masuk akal. Misalnya berteman dengan banyak orang, menambah lingkungan pertemanan atau terang-terangan minta dicarikan jodoh ke orang tua atau teman.
2. Tentukan target
Kalau kamu sudah tahu arahmu, tentukan tujuan yang harus kamu capai dalam waktu yang singkat missal satu tahun atau lima tahun. Misal untuk studi lanjut, kamu tahu bahwa tahun ini kamu harus melengkapi persyaratan bahasa dan mendaftar di universitas tujuan. 5 tahun lagi kamu akan selesai dengan studi doktoralmu. Apakah semua target ini mutlak harus dipenuhi? Tidak. Tujuan dari target ini adalah agar setiap langkah yang kamu ambil mengarah ke target itu dan kamu tahu apa yang kamu lakukan dengan hidupmu.
3. Rancang aksi hidupmu atau action planning life
Sekarang kamu sudah menentukan targetmu, saatnya merancang apa yang bisa kamu lakukan untuk mencapai target itu. Apakah kamu bisa mempersiapkan bahasa jika masih bekerja secara penuh? Atau kamu harus resign dan mempersiapkan diri secara intens? Semua ini kembali kepada arah dan target hidupmu. Apakah ini mudah, menurut paper tersebut, hal ini masih sulit dan orang yang galau merasa merancang action plan tidak semudah menentukan hal yang lain. Ada baiknya kamu memiliki teman diskusi, akan sangat susah mengalami ini semua sendirian. Pada titik ekstrim, seseorang yang mengalami quarter life crisis bisa merasa berada pada titik terendah dalam hidup dan bisa berpikiran pendek untuk mengakhiri hidupnya. Disinilah pentingnya membagikan kegalauan kamu, berdiskusi dengan orang lain untuk menjaga kewarasanmu.
4. Skill
Di paper tesebut, sebenarnya skill yang dimaksud adalah skill yang didapat selama coaching seperti kemampuan untuk mengatakan tidak pada sesuatu yang kita tidak suka atau bersikap lebih asertif. Skill ini dinilai berguna untuk membantu diri keluar dari krisis ini.
5. Kenali diri sendiri
Self-awareness adalah hal yang penting. Dengan mengenali diri sendiri, kita bisa tahu apa yang bisa kita lakukan. Kita bisa menghargai diri sendiri dan menerima diri kita. Tentu hal ini tidak mudah apalagi jika kita terus menolak menerima diri sendiri atau denial dan hidup dalam angan-angan. Karena itulah, mengenali diri sendiri dan menerima diri sendiri itu menjadi salah satu kunci untuk keluar dari krisis ini.
6. Refleksi diri sendiri
Refleksi ini juga membantu lebih mengenali diri sendiri. Tentang apa yang sudah kita lakukan, mengevaluasi kesempatan yang kita lewatkan atau kesempatan yang kita manfaatkan dalam waktu seminggu, sebulan atau bahkan setahun. Mengevaluasi diri sendiri bisa membuat kita sadar kesalahan apa yang telah kita perbuat dan bagaimana menghindari mengulangi kesalahan yang sama.
7. Percaya diri
Orang yang mengalami quarter-life crisis umumnya mulai kehilangan kepercayaan diri. Hal ini berkaitan juga dengan mengenali diri sendiri dan refleksi diri. Dengan melakukan hal tersebut, kita bisa menerima kelebihan dan kekurangan kita, menyadari keunikan diri dan menjadi lebih percaya diri. Ketika kita memiliki kepercayaan diri, kita akan melangkah dengan pasti dan saya selalu percaya langkah yang pasti akan mengantarkan kita ke tempat yang pasti pula.
Tujuh hal di atas, bisa dicek kembali berasal dari paper yang saya sebutkan. Meskipun banyak pula yang saya tambahi dengan penjelasan yang saya pahami sendiri. Apakah saya bisa membantu mengatasi krisis ini? Saya sendiri berada dalam usia ini. Saya sendiri mengalami salah satu krisis tersebut. Apakah saya berhasil melewatinya? Saya sedang berusaha melewati krisis ini. Tujuan saya menulis ini adalah untuk menyadarkan teman-teman yang semula mengalami krisis semacam ini dan merasa hanya dia yang merasakannya, tidak, ini namanya quarter-life crisis dan banyak orang mengalaminya. Dengan begitu, kita bisa bersama-sama melewati krisis hidup ini.
Selain tujuh hal yang saya dapatkan dari paper, sebagai seorang yang percaya dengan Tuhan dan Agama, saya juga percaya hal-hal religius membantu saya untuk melewati krisis ini dengan lebih tenang. Sebagai muslim, sholat, membaca Al Qur’an, sholawat, sedekah dan hal religius lainnya membantu saya untuk melewati krisis ini. Dan juga, hal-hal tersebut merupakan pesan ibu saya yang berusaha betul saya pertahankan.
Perlu diingat, latar belakang pendidikan saya bukanlah psikologi. Pengetahuan saya terbatas dalam bidang ini. Tujuan saya menulis ini juga untuk berbagi, mencari masukan dari orang yang lebih berkompeten di bidang ini ataupun dari orang yang sudah berhasil melewatinya. Bagaimana kamu berhasil melewatinya? Share di kolom komentar ya.