Tadi pagi saya menelepon Ibu saya, meminta ijin untuk pergi ke suatu universitas di Jogja bersama ‘seseorang’. Karena kakak saya sedang di Jakarta dan saya harus ke universitas itu maka saya minta ijin dulu ke Ibu untuk pergi dengan ‘seseorang’ tersebut.
Semula, Ibu mengijinkan karena memang alasan saya masuk akal, kakak saya yang kuliah di Jogja sedang di Jakarta. Ibu hanya menanyakan, apakah ‘seseorang’ itu tidak sibuk untuk mengantar saya? Saya jawab tidak, justru ‘seseorang’ itulah yang menawarkan untuk mengantar saya.
Seteah ijin didapat, saya langsung menelepon ‘seseorang’, dari suaranya dia tampak senang bisa mengantar saya, saya sendiri juga senang karena tidak sendirian. Kami memang sudah sepakat untuk tidak ‘kucing-kucingan’, tidak umpet-umpetan begitulah. Dan bagi ‘seseorang’ itu, ijin dari Ibu saya sudah merupakan langkah awal yang bagus.
Saat saya masih menelepon ‘seseorang’ itu, Ibu saya menelepon. Rupanya, Ibu berubah pikiran. Beliau berkata,
Saya berulang kali berkata tidak apa-apa, saya bisa sendiri.
Bagi sebagian orang, Ibu saya mungkin terlihat sangat kolot dan kaku. Semula saya juga agak kecewa dengan ditariknya ijin itu, tapi kemudian saya berpikir lagi, itu karena Ibu ingin menjaga saya.
Saya adalah seorang gadis. Saya harusnya mampu menjaga akhlak saya, saya harusnya mampu bertanggung jawab terhadap ‘jilbab’ yang sudah saya kenakan. Dan ini prinsip. Ibu saya orang yang teguh memegang prinsip, bukan orang yang kolot.
Maka sesungguhnya hanya ada tiga orang, orang yang berprinsip dan memegang teguh prinsip tersebut, orang yang berprinsip tapi mengabaikannya, dan orang yang tak berprinsip.
Siapapun anda, muslim, nasrani, hindu, budha, konghucu, yahudi saya yakin anda semua adalah orang yang baik selama anda meyakini sebuah prinsip dan memegang teguhnya.
Apapun prinsip anda, selama anda tidak mengusik prinsip orang lain, pertahankanlah. Dan semoga saya bisa menjadi seperti harapan Ibu, menjadi muslimah yang baik yang memegang prinsip.
Semoga bermanfaat.
Semula, Ibu mengijinkan karena memang alasan saya masuk akal, kakak saya yang kuliah di Jogja sedang di Jakarta. Ibu hanya menanyakan, apakah ‘seseorang’ itu tidak sibuk untuk mengantar saya? Saya jawab tidak, justru ‘seseorang’ itulah yang menawarkan untuk mengantar saya.
Seteah ijin didapat, saya langsung menelepon ‘seseorang’, dari suaranya dia tampak senang bisa mengantar saya, saya sendiri juga senang karena tidak sendirian. Kami memang sudah sepakat untuk tidak ‘kucing-kucingan’, tidak umpet-umpetan begitulah. Dan bagi ‘seseorang’ itu, ijin dari Ibu saya sudah merupakan langkah awal yang bagus.
Saat saya masih menelepon ‘seseorang’ itu, Ibu saya menelepon. Rupanya, Ibu berubah pikiran. Beliau berkata,
“Ibu pikir, kamu dan dia kan bukan muhrim, Nduk. Tidak baik itu. Meskipun masmu tidak ada, kamu bisa kan ke sana sendiri? Niat baik itu (niat untuk ndaftar kuliah) jangan sampai dikotori dengan maksiat. Jaga diri lah, Nduk. Sendiri ndak apa-apa kan?”
Saya berulang kali berkata tidak apa-apa, saya bisa sendiri.
Bagi sebagian orang, Ibu saya mungkin terlihat sangat kolot dan kaku. Semula saya juga agak kecewa dengan ditariknya ijin itu, tapi kemudian saya berpikir lagi, itu karena Ibu ingin menjaga saya.
Saya adalah seorang gadis. Saya harusnya mampu menjaga akhlak saya, saya harusnya mampu bertanggung jawab terhadap ‘jilbab’ yang sudah saya kenakan. Dan ini prinsip. Ibu saya orang yang teguh memegang prinsip, bukan orang yang kolot.
Maka sesungguhnya hanya ada tiga orang, orang yang berprinsip dan memegang teguh prinsip tersebut, orang yang berprinsip tapi mengabaikannya, dan orang yang tak berprinsip.
Siapapun anda, muslim, nasrani, hindu, budha, konghucu, yahudi saya yakin anda semua adalah orang yang baik selama anda meyakini sebuah prinsip dan memegang teguhnya.
Apapun prinsip anda, selama anda tidak mengusik prinsip orang lain, pertahankanlah. Dan semoga saya bisa menjadi seperti harapan Ibu, menjadi muslimah yang baik yang memegang prinsip.
Semoga bermanfaat.