Wednesday, 23 March 2016

Kuliah di UK - What I Need to Know? Part 1

19:29 0 Comments
Sewaktu saya masih menyiapkan studi lanjut saya, ada beribu pertanyaan yang menghampiri. Beruntungnya, saya memiliki teman-teman yang bisa saya tanyai langsung untuk mendapatkan info apa dan bagaimana kuliah di UK. Semoga teman-teman saya yang baik hati itu, tidak bosan saya tanyai terus-terusan karena alhamdulilah akhirnya saya bisa meneruskan jejak mereka.

Setelah saya kuliah, kini giliran saya yang dapat banyak pertanyaan. Baik dari teman-teman dekat, teman tidak terlalu dekat sampai orang asing yang entah bagaimana caranya bisa menemukan saya itu. Pertanyaan-pertanyaan itu juga begitu banyak dan saya rasa saya perlu membagikan jawaban-jawaban saya itu di blog. Bukan untuk pamer, tapi untuk membantu mereka yang masih punya pertanyaan dan belum puas dengan jawaban-jawaban yang ada.

Tulisan ini saya bagi dalam tiga bagian dengan format Q&A. Bagian pertama untuk mereka yang masih ditahap belum menentukan dan belum mendapatkan sekolah. Bagian kedua untuk mereka yang sudah mendapatkan sekolah dan mempersiapkan diri untuk berangkat dan Bagian ketiga untuk mereka yang baru saja sampai. Semoga tulisan ini bisa membantu.

Bagian Satu : untuk mereka yang ingin menentukan kuliah lagi atau tidak dan sedang memilih kampus tujuan
Bagian ini biasanya dimulai dengan pertanyaan, bagaimana rasanya kuliah di UK dan apa bedanya dengan kuliah di Indonesia.

Q: Nada, bagaimana rasanya kuliah di UK?

A: Menyenangkan dan menegangkan. Jawaban ini sebenarnya bisa sangat subjektif karena pengalaman setiap orang berbeda. Jawaban saya ini pun tidak dapat dijadikan jawaban general bahwa semua yang kuliah di UK mengalami apa yang saya alami. Okay, lanjut ke jawaban saya. Mengapa menyenangkan? Karena fokus studi saya berubah dari semula murni engineering menjadi lebih ke arah bisnis. Pendidikan S1 saya tempuh di Institut Teknologi Sepuluh Nopember di bidang Teknik Informatika. Sehari-hari semasa kuliah saya disibukkan dengan tugas yang mayoritas tugas coding. Ilmu coding saya dapatkan dari kampus dan buku diktat untuk algoritma. Saya jarang baca paper karena jarang mata kuliah mewajibkan saya untuk membaca paper. Yang ada adalah buku diktat tebal dengan tugas-tugas coding yang tanpa henti. Akhir pekan biasanya saya habiskan di kampus apalagi jika sudah mendekati akhir semester saat jadwal demo final project mulai datang satu per satu. Di teknik informatika, mahasiswa dituntut untuk bisa menganalisa masalah, memecahkannya dengan seefisien mungkin dan membahasakannya dalam bahasa pemrograman. Bahasa pemrograman menuntut ketelitian luar biasa, karena satu karakter yang salah saja cukup untuk mengacaukan program yang dibuat. Dan sering kali error dalam program (biasa disebut bug) yang membuat saya susah tidur. Mengapa saya perlu menjelaskan ini panjang lebar? Karena ini akan memberikan gambaran bagaimana saya bisa mengatakan kuliah S2 itu menyenangkan.

Saya mengambil pendidikan master saya di University of Warwick, tepatnya di Warwick Business School dengan course Information System Management and Innovation atau biasa disebut ISMI. Wait, kok pindah jurusan sih, Nad? Salah satu alasan utama kenapa saya mengambil jurusan saya ini karena saya menyadari untuk membuat software, saya tidak hanya belajar bagaimana suatu software itu dibuat tapi juga bagaimana mengelola software dan orang-orang yang terlibat dan menggunakannya. Sisi sosial dari software ini yang ingin saya pelajari karena menurut ini sama pentingnya dengan sisi teknis.

Dalam perkuliahan master, tidak ada mata kuliah yang mengajarkan ngoding sama sekali. Inilah alasan menyenangkan pertama. Bukan karena saya benci ngoding tapi karena terlepas dari beban testing, debugging, rewriting program itu menyenangkan juga. Kuliah saya lebih banyak tentang mempelajari kasus-kasus bidang IT dipandang dari sudut manajemen dan sosial. Karena itu, setiap sebelum perkuliahan akan ada paper-paper yang harus dibaca. Jika semasa S1, buku diktat adalah panduan utama, di S2 ini buku justru jadi rujukan kedua setelah paper. Paper dianggap sebagai bahan utama karena pembahasan yang lebih mendalam daripada buku. Tugas-tugas saya sendiri adalah tugas kelompok dan tugas essay.

Disinilah hal menegangkan itu muncul. Menulis essay. Jika itu terjadi di kuliah S1 saya, saya akan sangat bersyukur disuruh menulis essay daripada menulis program. Tapi ternyata menulis essay pun tak mudah. Di UK, aturan mengenai plagiarisme diatur sangat ketat, kedalaman analisis juga benar-benar dinilai. Jadi tak hanya sekadar menyalin apa yang tertulis di buku diktat. Essay yang bagus adalah essay yang menunjukkan kualitas berpikir kritis dengan analisa mendalam didukung dengan dasar teori yang kuat. Untuk menghasilkan satu essay yang bagus saya harus membaca belasan hingga puluhan paper dulu, ditambah setumpuk buku-buku diktat. Sudah terbayang menegangkannya?

Di UK, nilai juga sangat ketat. Disini 70 adalah nilai distinction. Semacam nilai A jika di Indonesia. Sementara batas lulus adalah 50 untuk master. Mudah kah dapat 70 untuk essay? Untuk saya, SUSAH. Meskipun pernah, itu harus ngos-ngosan dulu dan tidak tidur berhari-berhari. Meskipun banyak mahasiswa Indonesia lulus distinction (semacam cumlaude), yang lulus dengan nilai ngepas dan bahkan tidak lulus juga ada.

Di UK juga essay-essay itu biasanya diberikan setelah masa perkuliahan selesai, artinya liburan adalah liburan semu karena saat itulah kita harus mengerjakan essay. Yang menyenangkan, akses paper yang berlimpah, ilmu-ilmu baru yang terus berkembang tanpa terlalu sibuk dikurung dalam sekat, ruang belajar yang mendukung dan teman diskusi yang banyak membuat iklim belajar disini meskipun menegangkan tetap menyenangkan. Sampai sini, masih ingin sekolah di UK?

Q: Masih dong. Kan ingin dapat pengalaman belajar di luar negeri. Tapi mahal ya?
A: Iya. MAHAL. Pake banget. Tapi alhamdulilah saya mendapatkan beasiswa.

Q: Beasiswa apa? Bagaimana cara mendapatkannya?
A: Beasiswa yang tersedia sebenarnya banyak, tapi yang populer di Indonesia adalah LPDP dan Chevening. Saya sendiri penerima beasiswa LPDP. Untuk tahu LPDP itu apa, bisa langsung cek di website lpdp http://www.lpdp.depkeu.go.id/. Termasuk persyaratan pendaftarannya apa saja dan bagaimana prosesnya. Kalau memang ingin sekali mendapatkan beasiswa LPDP, saran saya baca sampai tuntas website lpdp dan jangan sampai menanyakan hal-hal yang jawabannya sudah jelas ada di website seperti, "Syarat IPK berapa?" atau "Dokumen apa saja yang perlu disiapkan?". Saya kurang semangat menjawab pertanyaan macam itu karena artinya orang yang menanyakannya kurang serius dalam mempersiapkan diri untuk mendapatkan beasiswa. Kalau informasinya tidak tersedia di website, barulah layak untuk ditanyakan.

Yang harus diingat, jawaban saya tidak mewakili jawaban resmi dari LPDP karena jawaban resmi LPDP hanya ada di laman resmi LPDP. Jawaban saya adalah jawaban-jawaban pribadi sebagai seorang awardee LPDP. Sebenarnya ini termasuk pertanyaan syarat masuk Warwick apa saja dan dokumen apa saja yang perlu disiapkan, berapa skor IELTS yang diminta. Karena informasi ini sudah ada di website University of Warwick (dan juga mayoritas Universitas di UK) tertera dengan lengkap dan jelas. Kuncinya satu, kalau memang ingin kuliah di UK, jangan malas mencari informasi dan membaca dari website-website. Itulah sumber utama, pertanyaan ke teman-teman atau tulisan semacam ini hanyalah sumber pelengkap dan tersier saja.

Kembali ke persoalan bagaimana saya mendapatkan beasiswa, saya saat itu mengikuti proses pendaftaran beasiswa berbarengan dengan mendaftar kuliah di University of Warwick. Saya menyiapkan semua dokumen untuk beasiswa, mulai dari ijazah sampai essay. Saya juga menyiapkan diri untuk wawancara. Untuk wawancara, saran saya hanyalah satu, kenalilah dirimu sendiri dan tujuanmu. Mengapa ingin kuliah lagi, apakah memang ada tujuan atau sekadar ingin karena menurutmu itu sedang trend. Bagaimana mengenali diri sendiri dan tujuan studi akan sangat menentukan arah dan hasil wawancara.

Q : Kalau untuk kuliah, ceritakan dong sampai diterima di University of Warwick!
A: Saya termasuk orang yang dari awal sudah tahu akan kuliah dimana dan saya pun tidak mendaftar ke universitas lain. Beruntungnya saya dinyatakan diterima seminggu setelah semua berkas saya lengkap. Sangat cepat dibandingkan dengan universitas lain yang bisa menunggu sampai tiga bulan lamanya. Saat itu, saya masih kurang hasil test IELTS, jadi saya masih diterima bersyarat. Dokumen yang saya miliki, Conditional Letter, itulah yang saya bawa saat wawancara LPDP. Begitu saya mengirimkan hasil IELTS saya yang memenuhi persayaratan, saya mendapatkan Unconditional Letter. Setelah saya dinyatakan diterima, pihak kampus juga meminta saya untuk mengirimkan dokumen-dokumen via pos. Untuk ini, setiap universitas memiliki kebijakan yang berbeda. Ada yang verifikasi dokumen dilakukan saat daftar ulang tapi ada juga yang seperti University of Warwick.

 Tiga pertanyaan itu adalah pertanyaan yang paling banyak saya dapatkan untuk tahap satu, kalau ada jawaban yang terasa pedas dan kurang manis, begitulah kenyataannya. Saya tidak akan mengatakan kuliah di UK itu menyenangkan dan mudah, saya cuma mengatakan, kalau saya bisa, kamu juga bisa. :) 

Saya berasal dari Temanggung, kabupaten di Jawa Tengah. Tinggal pun di kecamatan, bukan di pusat kota. Kalaulah saya yang anak desa biasa-biasa saja ini bisa, kamu juga bisa. :)

Jika merasa ada pertanyaan yang belum terjawab, bisa dipost di kolom komentar. Saya akan kembali dengan posting Q&A bagian dua dan tiga! Semoga membantu!