1450
dauwdruppels
15:44
0 Comments
Dear Boi,
Ini kartu pos ke lima yang kukirim untukmu. Sudah sampaikah
4 yang lain? Kau memintaku untuk mengirimimu kartu pos dari kota-kota yang
kukunjungi. Katamu, kartu pos selalu punya kemampuan magis yang tidak bisa kau
jelaskan dengan akal. Jelas-jelas aku bisa mengirimimu potret atau video dalam
sekejap, lebih jernih dan actual. Katamu, justru segala sesuatu yang langsung datang
tanpa penantian itu membuat segalanya terasa murah. Ada yang mahal dan begitu berharga
dalam sebuah penantian.
Kali ini sengaja kupilih kartu pos ukuran besar, agar aku
bebas bicara tanpa terbatas ruang. Lelah aku, Boi. Selama ini kita sudah
terpisah ruang—lebih tepatnya jarak yang begitu jauh—jadi biarlah kali ini aku
gunakan sedikit ruang yang ada untuk sekadar berbagi kata-kata.
Sudah 1450, Boi. Apakah kau menghitung? Bukankah kau begitu
gemar dengan menghitung angka? Apalagi ini soal kita. Luar biasa, Boi. Mengutip
lagu kegemaranmu saat kanak-kanak, kita sudah mendaki gunung lewati lembah sungai
mengalir indah ke samudera. Kita sudah melewati begitu banyak jalan yang
terjal. Kadang kita terdiam sesaat di persimpangan, untuk sekadar memutuskan
apakah kita masih menjadi rekan seperjalanan atau kita cukupkan perjalanan ini
sampai di persimpangan-persimpangan itu. Beberapa kali kita memilih untuk
berpisah, namun rupanya jalan yang kita pilih bermuara di persimpangan yang
sama dan lagi-lagi menjadi teman perjalananmu adalah hal yang menyenangkan
dalam hidup ini.
Terima kasih, Boi. Kali ini pun kita sepakat untuk menempuh
jalan yang berbeda setelah tiba di persimpangan dua lima. “Kejar saja mimpimu”,
katamu waktu itu. “Toh aku tahu, muara kita satu”. Siapapun yang tiba lebih
dulu di persimpangan jalan, biasanya kita menunggu hingga yang lain datang
sebelum melanjutkan langkah. Meskipun kali ini, aku tahu kau akan lebih dulu
tiba. Boi, maukah kau menungguku seperti kau sabar menunggu kartu pos-kartu pos
itu? Maukah kau menjadikanku mahal dan berharga dalam penantianmu?
Penuh Sayang,
Gadis