Secangkir kopi
seringkali lewat begitu saja sebagai rekan menghabiskan malam atau sekadar
pelengkap obrolan bagi kawan. Tapi bagi Denok Ayu, secangkir kopi ini selalu
punya makna lebih. Denok Ayu menolak mengunjungi kafe di kota ini, meskipun
banyak orang mengatakan inilah benua dimana kafe dan segala kehidupan sosial di
dalamnya begitu lekat. Jantung benua ini terletak pada waktu-waktu santai dan
remeh yang dihabiskan menyesapi secangkir kopi dalam diskusi-diskusi di
kafe-kafe kota.
Denok Ayu memilih
caranya sendiri. Ia telah membawa biji kopinya sendiri dan tak rela orang lain
menyentuhnya. Bagi Denok Ayu, kopi adalah urusan sentimentil. Soal kenangan
yang dipadatkan dalam biji-biji kopi, terpaksa dihancurkan dahulu hingga
menjadi buih sampai bisa dinikmati.
“Saya menanamnya
sendiri dan memunguti biji-biji kopi ini di pinggiran alas. Menjijikkan memang, tapi percayalah, rasanya sungguh enak.
Sudah saya cuci bersih tentu”, ucap lelaki itu sambil menyerahkan seplastik
kopi yang hanya diikat sederhana dengan tali rafia yang nyaris putus.
“Konon, kata Wo
Dar, kalau dijual bisa laku tiga ratus ribu”, sambung lelaki itu sambil
terkekeh. Dia menyerahkannya begitu saja, tanpa berpikir nominal sebesar itu
harus ia cari pontang-panting selama sebulan hanya untuk sekadar menyambung
makan.
“Maaf saya tidak
sempat nyelep, jadi masih gelondongan begini. Tapi di sana nanti
ada selepan to?” Denok Ayu mengangguk
dengan getir.
“Supaya tidak
lupa ya, aroma kopi di sini tidak kalah dengan kopi Londo. Hati-hati!”. Kata-kata yang diucap tanpa beban oleh lelaki
itu terasa begitu menghujam. Ada keringat yang mengkristal di setiap biji kopi
yang Denok Ayu bawa dan meneguknya seperti mengulang kembali kenangan dengan
cara yang begitu pahit. Hati yang tulus dan murni justru ia temukan di tengah
kehidupan yang tak mudah, dengan desakan ekonomi yang menghimpit tiap hari.
Tapi semangat lelaki itu berkobar sejak mereka berdua masih anak-anak.
Seringkali takdir punya jalannya sendiri.
Inilah secangkir
kopi yang akan selalu menambatkan hati Denok Ayu untuk bergegas pulang.
Secangkir kopi yang mengingatkan Denok Ayu, orang-orang terdekat dalam hidupnya
harus bermandi keringat untuk sekadar menikmati nasi yang pulen dan hangat.
Secangkir kopi ini akan selalu membawa Denok Ayu pulang.
image courtesy : http://captain-d-o.tumblr.com/ |