Showing posts with label MY poem. Show all posts
Showing posts with label MY poem. Show all posts

Wednesday, 2 July 2014

Mungkinkah kamu akan bosan?

10:13 0 Comments

Mungkinkah kamu akan bosan?
Kelak saat kulitku berkeriput
Kelak saat bicaraku menciut
Kelak saat akalku berjalan seperti siput
Kelak saat tawaku nampak kusut
Kelak saat ingatanku mudah tercerabut

Mungkinkah kamu akan bosan?
Jika besok bicaraku dipenuhi tanda-tanda
Jika besok nuansa hatiku tak terduga
Jika besok aku bukan teman diskusi yang bernas dan penuh canda
Jika besok aku menjadi seperti perempuan lainnya

Mungkinkah kamu akan bosan?
Karena hari ini aku menjadi perempuan
Karena hari ini aku menggunakan perasaan
Karena hari ini aku berbicara tak karuan
Karena hari ini hatiku (yang nampaknya karena hormon) rasanya diguncang topan
Karena hari ini bicaraku pas-pasan

Mungkinkah kamu akan bosan?
Mendengarku menggumam
Melihat wajahku muram
Merasai hatiku kelam

Mungkinkah kamu akan bosan saat aku menjadi semua yang tak kamu harapkan?
Mungkinkah kamu akan bosan membaca puisi macam ini berulang-ulang?
Mungkinkah?

Mungkin.

Mendadak semua terasa dingin.

Sunday, 30 June 2013

Padamu

08:24 0 Comments
Padamu, hati ini diam-diam lelah dan ingin mencari jalan pulang
Padamu, kata-kata yang berserakan telah kukumpulkan untuk suatu hari kuserahkan menjadi sekumpulan jurnal tebal
Padamu, kata dan hati mengkristal
Padamu, rinduku kian bebal.
Rinduku kian mengental.






Saturday, 26 November 2011

Dua Orang Manusia

01:15 2 Comments

Dua orang manusia duduk saling berhadapan. Tanpa kata bersahutan. Hanya sesekali mata mereka bertatapan. Selebihnya, diam.

Dua orang manusia berjalan bersisian. Tanpa perlu saling bergandengan, hati mereka sudah bertautan.

Dua orang manusia membaca bersamaan. Membaca perasaan yang sering kali digembar-gemborkan orang. Tersipulah mereka, dengan senyum merona merah. Rindu itu sudah pecah. Tak lagi galau, tak lagi gelisah.

Dua orang manusia berucap bersamaan.
“Hatiku ini sudah kuserahkan. Hatimu itu sudah kuamankan. Maukah menjadi rekan perjalanan dalam kehidupan?”.

Aku yang mendengar berucap lirih,”Itu mantra, Itu cinta”.

Keduanya berjalan menuju matahari yang sinarnya malu-malu
memulai dari awal untuk mengeja rindu

Kamu yang melihat berbisik pelan,”Sayang, itu kita, bukan?”


Kampoeng Ilmu, 26 November 2011

Thursday, 29 September 2011

awan-awan yang kau lintasi di suatu perjalanan

03:35 2 Comments

Setiap kali kamu melintasi awan-awan itu, ingatlah
Semula awan sekadar tetesan, setelah bergulat dengan panas
Jadilah ia seringan kapas
Semula awan berkarib dengan tanah, kini ia memenuhi langit yang megah

Kudengar, kau kini sedang melintasi awan-awan itu menuju sebuah negeri yang belum pernah kujamah
Benarkah?
Benarkah kau terbang, hingga kakimu melayang, hingga langit itu tinggal sedepa dari dadamu?
Benarkah Tuhan sedang mengangkatmu begitu tinggi?

Jika benar, kuingatkan kembali, kau tentu akan menjejak tanah kembali
Kau akan kembali ke tempat ibumu pernah menimang
Sama seperti awan, yang menunggu waktu untuk kembali menjadi hujan
Untuk kembali pulang

Jika benar, aku sekadar mengingatkan, selalu ada pantai-pantai yang menunggu kembali jejak kakimu
Selalu ada pucuk-pucuk dahan yang rindu kau kecup embunnya tiap pagi
selalu ada, selalu ada yang menunggu engkau pulang dengan cerita dari tanah seberang


Sunday, 25 September 2011

catatan pagi yang ditulis buru-buru

17:10 0 Comments


pagi ini sebuah catatan singkat
yang kutulis dengan buru-buru
tak sengaja terbaca olehmu

aku menuliskan beberapa hal tentang kita
seperti pesan pertama yang kau kirim
pertemuan pertama yang di luar rencana
juga percakapan-percakapan panjang di luar kepala

kamu sudah mulai lupa, ku kira
maka kutulis ini dengan doa
pagi ini kau membaca
dengan atau tanpa sengaja
kemudian kau akan menilik kembali

apakah rindu-rindu yang kau titipkan pada bulan separuh penuh kini mulai luruh?
ataukah kini rindu-rindu itu kau kirimkan untuk yang lain, yang cantiknya lebih utuh?

entah lelaki, aku hanya melihat kabut pagi ini
bayangmu samar dan terlihat pergi

Surabaya, 26 September 2011

Saturday, 3 September 2011

Sepasang Tua Bercengkerama Dalam Senja

01:41 7 Comments

suatu senja, saat secangkir kopi yang kau suguhkan masih mengepul
saat kursi kayu jati di beranda jati masih tegak menopang
kau datang membawa senyuman
kita kemudian bersebelahan, saling menghitung uban

matahari yang sejak pagi berlari-lari cemburu melihat kita yang tak peduli waktu
seperti kerut-kerut yang menggerutu, sebab acuh kita padanya, pada usia

kamu lalu berbincang masa lalu, mengeluarkan selembar kertas lusuh dan membacakan puisi untukku

aku mencintaimu biasa saja, sayang.
sebab cintaku untukmu adalah kebiasaan.

aku mencintaimu sederhana saja, sayang.
senyum dan cinta yang sama di tiap masa.

aku mencintaimu semampuku saja, sayang.
semampu aku bernafas, selama itu pula cintaku tak tuntas.

aku mencintaimu sepenglihatanku saja, sayang.
entah kau terlihat muda atau keriput, cintaku tak akan surut.

ku kecup kamu dengan syahdu
ku dekap kamu sepenuh kalbu

selepas senja, cucu-cucu kita tiba
apa yang hendak kita berikan kepada mereka?
tanyamu sambil menggenggamku

mudah saja, pelajaran jatuh cinta setiap hari kepada orang yang sama.

Lereng Sindoro, 3 September 2011
credit    picture  from here

Friday, 1 July 2011

percakapan dua manusia lewat senja ; sebuah puisi

08:51 6 Comments

Bukan pada senja-senja gerimis itu aku menaruh harap
Bukan pula pada pagi-pagi berkabut tipis aku menyelinap
Bukan juga pada senyummu yang menyembuhkan ratap aku terkesiap

Berulang kali sudah kunasehati hati, kamu dan segala lingkar cahaya adalah niscaya
Kamu dan segala baik dan senyum, bukanlah cinta
Lalu tak ada guna menjaga hati yang berbunga-bunga

Berteman sudah, isyaratmu
Bersahabatlah, pintaku

Hujan kemudian semakin deras
Melunturkan ngilu yang sudah terkuras
Namun katamu membuat semua makin terasa meranggas
”Gadis, aku tak jatuh cinta padamu karena aku yang tak pantas”

Lelaki, sedemikiankah aku tak patut dihargai bahkan untuk sekadar ucapan terima kasih meski kasihku tak pernah sampai?

termangu di teras rumah, di teras hati


Ngadirejo, awal Juli 2011


Puisi yang terlintas begitu saja dan jemari saya menuntut saya menuliskannya..


Saturday, 30 October 2010

apologi

19:39 2 Comments
Lelaki yang dulu mencuri mataku

Datang dengan tangan tergenggam



“Aku kembalikan hatimu, ternyata kita berbeda ukuran”



Lelaki yang dulu memenjara malam-malamku

Datang sambil menggumam



“Aku gagal, Betapapun aku menginginkan menyatukan.”



Lelaki yang dulu memunguti resahku dengan cerah berdebu

Datang dengan menunduk dan diam



“Lelaki, kita gagal. Bahkan sejak awal”



Lantas dia tergesa-gesa pergi, meninggalkan seonggok darah merah yang mengental.

Seonggok, di pojok.

Friday, 28 May 2010

PUISI tanpa JUDUL

09:31 5 Comments
Malam separuh penuh
Saat dedaunan berkata dengan berbisik

“Lihat, angin baru saja menelisik”

“tentang?” tanyaku

“tentang lelaki jauhmu”


bulan melengkung
menelikungku dengan soal-soal serumit kalkulus

“mengapa ada ragu yang basah dihatimu?”

bulan menghujam, dengan sabitnya yang tajam

“mengapa tak berkaca dahulu?”


dedaunan yang tadi berbisik berubah menjadi berisik

aku dituding tak tahu diri dan menuntut bulan turun ke bumi

agar aku berkaca dengan sinar pualamnya



lelaki jauh, dengar itu, (m)alam sudah menyiksaku
diam saja, aku tahu raguku akan kering sendiri

duduk saja di atas pelana kudamu dan tunggu

tunggu hatiku berderap seirama derap kudamu




puisi ngawur bin nyeleneh. Sudah lama saya tidak menulis puisi, dan ujug-ujug jadi begini. Tapi itu menggambarkan perasaan saya sekali, meski mungkin hanya saya yang mengerti. Haha..

ini soal keraguan dan terburu-buru berkata yakin. Percaya deh, buru-buru itu emang ngga baik. Soal apapun itu, meski yakin itu baik, ragu itu menurut saya baik juga kok. Itu membuat kita mundur selangkah dan melihat apa langkah yang akan kita ambil tepat? Seingat saya, orang yang tak pernah ragu adalah orang yang tak pernah berpikir.

Saya ragu karena saya memikirkanmu lelaki jauh. Dan kamu, berpikirlah bagaimana membuat saya yakin. *haha, meksoooo*

Tuesday, 10 November 2009

20:12 2 Comments
aku menyapa angin yang baru saja lewat, dengan senyum yang dingin dia memberi kabar kamu telah pulang. aku lalu buru-buru menuju pelataranmu dengan langkah yang tersaruk-saruk. ah, kamu ternyata masih belum pulang, lagi-lagi aku ditipu kabar angin.


--ini postingan tanpa draft--
uda lama banget saya nggak nulis lagi di blog nih. faktor utama : MALES. kedua karena uda kelas 3 jadi makin nggak sempet aja :D

well, banyak sebenarnya yang pengen saya rombak dari blog ini, biar jadi rame dan banyak peminat. tapi saya masih belum bisa nentuin konten yang pas gitu. ada yang mau ngasih ide?

Thursday, 30 April 2009

KASMARAN

22:05 0 Comments
“Nada pacarnya siapa sih?”.
Pertanyaan itu muncul dari seorang teman saya ketika saya menulis sebuah puisi di bukunya. Alis saya langsung terangkat. Kok bisa-bisanya pertanyaan begitu langsung muncul. Saya lantas balik bertanya, apa yang menjadi sebab pertanyaan itu muncul. Teman saya itu lalu tertawa terkekeh. Katanya, biasanya orang yang menulis puisi itu orang yang sedang kasmaran. Saya jadi geli, kalau misalkan benar saya sedang kasmaran, apa itu berarti saya punya pacar? Teman saya itu tertawa menyadari pertanyaannya yang kurang pas itu. Ah, tapi pasti Nada punya pacar. Teman saya itu masih ngeyel. Saya jawab dengan jujur, sejujur-jujurnya, saya tidak punya pacar dan juga tidak sedang kasmaran.

Tapi puisinya kok bisa kayak gitu. Masih ngeyel juga teman saya itu. Saya jawab, ini puisi bikinan saya yang paling saya sukai sampai sekarang. Saya merasa puisi itu maknanya bisa tepat di segala kondisi. Barulah teman saya itu berhenti ngeyel.

Puisi saya yang menimbulkan pertanyaan tadi sebenarnya sangat singkat hanya 1 Bait, 4 baris.

Aku ingin kau tahu
Tapi aku tak permah mampu
Aku ingin kau merasa
Sayangnya aku tak pernah bisa

Hanya itu sebenarnya. Singkat bukan? Tapi padat buat saya. Kau disitu bisa bermakna luas sekali. Bisa seorang yang kita kagumi atau bisa juga pemerintah. Atau siapapapun yang kita kehendaki. Luas objek, luas pula maknanya. Kebetulan saja teman saya tadi memaknainya dengan sempit sehingga kesan kasmaranlah yang pertama kali muncul.
Tak apa, toh dulu memang saya menulisnya saat kasmaran. Dulu sekali.

Dulu memang saya penganut aliran puisi kasmaran, artinya saya hanya menulis saat perasaan -yang entah bagaimana menggambarkannya- itu hadir. Saya lalu jadi melankolis dan menulis puisi kapan saja.

Namun sekarang berbeda. Saya menulis ketika saya merasa ada uneg-uneg. Ad ayang mengganjal. Apa saja itu, bukan melulu urusan cinta. Saya mengungkapkanya kadang lewat puisi, kadang lewat cerpen kadang bisa juga lewat tulisan semacam ini. Macam-macamlah.

Tapi eits, tunggu dulu. Saya mencerna lagi kata kasmaran tadi. Jika kasmaran dimaknai cinta, sepertinya ada benarnya juga kata teman saya itu. Ketika saya menulis puisi tentang tanah air saya, itu berarti saya sedang kasmaran dengan tanah air saya sendiri. Atau saat saya mengumpat tentang negara saya sendiri, berarti saya sedang dalam proses mencintai negara sendiri. Cinta tak harus selalu memuji kan? Lalu pernah pula saya berbicara tentang Tuhan, Allah. Ini jelas, saya sedang menumbuhkan dan menyuburkan cinta saya kepadaNya. Sempat pula saya menulis tentang keluarga, tentang abah, tentang ibu. Tak usah ditebak lagi, alasannya sebab saya memang sangat mencintai keluarga saya.
Saat saya mengerik postingan ini, tiba-tiba ada ide yang ujug-ujug mak bedunduk minta dilahirkan.


Sendiri
Meski di sebelah buku-buku berhimpitan mesra
Bantal yang sedari tadi bercumbu dengan guling mengejek dengan mengerling
Mereka tertawa melihat yang bernyawa di ruang sendirian
Sementara mereka yang tak berdenyut nadinya
Justru bergelimang cumbu dengan sesamanya
Ah sungguh mereka tak paham
D iluar sana
Banyak yang seperti mereka
Bernafas namun berkeliaran memajang hasrat
Sedang aku yang sedang belajar memanusiakan diriku sendiri
Terkungkung dalam kamar yang sepi
Sendiri

Puisi ini tiba-tiba muncul, saat saya memang sedang sendirian di kamar malam-malam. Lantas saya ingat ada kehidupan malam yang sungguh tak pantas saya ceritakan. Saya menjadi bersyukur Allah membiarkan saya sendirian, bukan berkeliaran dengan jalang di jalanan. Saya menjadi mencintai kesendirian ini.

Begitu banyak hal disekeliling saya yang membuat saya sadar, saya berkali-kali kasmaran. Jika kurang percaya, tengoklah cerpen saya yang saya pajang disini. Mungkin akan memberi anda sedikit rasa yakin. Hehehe..

Dan yang pasti saat saya menulis sekarang juga karena cinta. Cinta kepada para pembaca yang sudah berkenan membaca coretan saya ini. I LOVE YOU!

Sunday, 1 March 2009

Ah, senyum

03:46 0 Comments
ah,senyum..
memang tak bisa di nujum..
amarah yang kemarin meledakkan tangis
kini oleh kalian ditepis manis..

ah,senja..
cahaya temaram yang selalu sampaikan simfoni warna
tanpa ia,mana siap aku menyambut malam
dalam isak yang tersulam

ah,bunda. .
maafkan ananda tiada dapat dipercaya. .
bukan salah bunda,,jika aku kembali mendapat murka..

ah,bunda
kenapa ah yang kau ucap tampak gerah?
pertanda lelahkah?
jangan bunda,aku masih butuh amarahmu
agar aku tak menjadi jalang baru

ah,bunda
ah,cinta..

Maaf, Bunda..

03:44 0 Comments
Bunda..
maaf, aku pulang tanpa apa-apa
Tiada senyum bahagia yang mampu kuramu untukmu
atau sekedar haru yang berwarna biru
apalagi tawa dan suka cita
tanganku kosong,bunda..

sejujurnya
aku membawa
malu yang luar biasa
dan gagal yang menyiksa
mana patut kusuguhkan pada bunda
meski hanya itu yang kupunya,kubawa

jadi aku tanggalkan mereka di depan pintu
jangan heran aku jadi gagu
mataku basah sebab sesal dan rindu
jiwaku compang-camping dihadapmu
tak mampu utuh sebab rapuh
tak lengkap karena aku tak cakap

apa bunda?
aku boleh membawa masuk mereka?
kau terima aku utuh walau kecewa?

maaf bunda,,
kau bisa mencintaiku begitu apa adanya
tapi baktiku masih mengada-ada..
maaf bunda. . .

SETIA

03:40 0 Comments
malam ini
habiskan saja makan malam kita
aku tak bisa pulang,dinda..

...

lalu kopi yang kau janjikan sambil menunggu
tak perlu kau buat secangkir lagi untukku

...

dan selimut yang menghangat
tak perlu kau tinggal di depan pintu untukku yang terlambat
pulang dan tersesat..

...

cukup esok pagi kau sisakan senyum itu
saat membuka pintu
karena itulah semestaku..

lalu berhamburlah dalam dekapku
hanya parfummu yang menempel disitu
...

itukah setia yang kau tanya?
kaulah bagiku semesta..

Sunday, 6 January 2008

WAKTU

00:23 1 Comments
waktu selalu menyimpan misteri
ia tak pernah ijinkan aku mengintip barang sedetik
ia selalu memaksaku menunggu..
menunggu...
hingga aku tahu bersama dunia..

waktu membuatku menyesal
karena aku tak pernah tahu siapa dan apa yang datang sekejap lagi..
waktu memaksaku berfikir lebih
memeras otakku
hingga aku letih dan tertatih........

aku ingin menyerah
namun waktu marah...