Sunday, 21 April 2013

Cepatlah Sembuh

05:33 0 Comments
Ini soal kamu dan jarak yang sedang menjadi orang ketiga. Orang-orang lazim membahasakannya sebagai rindu, tapi aku merasa kata itu tak lagi cukup sepadan dengan yang terjadi. Di sini, di hati. Ah, tentu kamu lebih tahu. Karena seperti yang selama ini sudah kita lewati, kamulah yang paling mengerti.

Ini bukan soal aku yang tak bisa melakukan segala sesuatu sendiri. Pun sebelum kamu datang, aku sudah mandiri. Ini soal aku yang tak bisa menemani, saat kamu lelah dan lemah. Saat kamu sakit dan gelisah. Saat keadaanmu membuatku khawatir dan menangis.

Kamu, cepatlah sembuh. Begitu banyak hal sudah menunggu untuk kamu sentuh. Hatiku salah satunya. :)

Thursday, 4 April 2013

Sebuah Rumah Bernama Kita

06:11 0 Comments
Dia baik. Kami berakhir baik-baik.

Terdengar klise, saat saya berulang kali mendengar atau membacanya soal alasan ketidakcocokan para publik figur. Pada titik ini, akhirnya saya sadar, segala yang klise itu tak sepenuhnya klise. Saat kita berada pada titik yang sama dan tak tahu bagaimana menjelaskan titik itu dengan nalar, dengan logika dan kalimat sederhana.

Bukankah dua orang yang saling menyayangi dan sama-sama mengetahui fakta itu bisa menjalin hubungan dengan baik? Biasanya begitu, di akhir roman picisan, ketika si tokoh menyatakan perasaannya dan lawannya memiliki perasaan yang sama itulah akhir dari sebuah cerita bahagia. Happily ever after.

Benarkah begitu?
Manusia yang begitu kompleks, tak bisa hanya hidup dengan cinta semata. Ia butuh berbagai keseimbangan untuk bisa tetap hidup bersama manusia lain, untuk tetap menjadi mahluk sosial. Pengertian, menerima, memahami, memaafkan, merelakan, toleransi dan berbagai kosa kota yang lazim kita dengar di pelajar Kewarganegaraan saat duduk di bangku sekolah. Hubungan dua manusia yang spesifik, lebih dari sekadar interaksi sosial. Interaksi intuisi, interaksi hati.

Jelas interaksi ini akan lebih kompleks dari sekadar interaksi sosial biasa. Lalu dimana masalahnya?
Seringkali dua orang baik bertemu, aku dan kamu, namun kita gagal menjadi kita.
Seringkali dua orang baik mencintai, namun gagal menerima satu sama lain.
Seringkali dua orang baik bersatu, namun gagal untuk tetap mempertahankan.
Yang paling menyesakkan dari itu semua adalah.
Seringkali dua orang baik bertemu, gagal menjadi satu namun tak bisa menyadari dan menerima hal itu kemudian tersesat dalam perasaan masing-masing.

Pada saat itu, bahkan GPS tak bisa membantu menemukan posisimu untuk kemudian pulang ke sebuah rumah bernama kita.




Thursday, 28 March 2013

Random Tought

06:56 0 Comments
When actually I have many things on my mind, but I don't know what suppose to share first. Oh, damn.  First, about my college life. I think, I become study-oriented one. Bad, huh? Feel like, I have no live except in class room and laboratory. Fiuh. I don't know wether it's trend or not, all assignment is about paper. Holy paper.

Actually I can share about Software Audit, about the Professor, the class, and so on. Oh, but I told you before, It's just a random post. Huhuhu..

Are you dissapointed reading this post? I am too. Fiuh.

Saturday, 2 February 2013

Dalam Pikir Perempuan. Dalam Hati Lelaki

08:31 3 Comments

Seringkali aku gagal membaca isyarat. Aku tak pandai menerjemahkan tanda yang tersirat. Aku tak mahir memahami tanda-tanda alam. Aku tak bisa mengerti kamu yang duduk disampingku namun diam. Mengapa para wanita harus begitu mengagungkan perasaan? Tak sadarkah mereka bagi kami itu adalah beban?

Seringkali aku tak bisa menyelaraskan hati dan pikiran. Aku tak pandai membahasakan dengan terus terang. Aku tak mahir memberikan tanda yang mudah terbaca. Aku tak bisa mengerti kamu yang begitu patuh pada logika. Mengapa para lelaki harus begitu kaku dengan logika? Tak sadarkah mereka itu membuat sikap mereka kepada kami menjadi tidak peka?

Aku sudah lelah menebak. Diammu selalu menjebak. Kukira ini karena aku telat datang, seperti hari lalu. Tapi bukankah ini belum lewat dari perjanjian kita yaitu pukul tujuh? Aku sudah memberikan penjelasan yang rinci. Aku sudah berusaha berkata tanpa menutup-nutupi. Kamu tetap tegak dalam diam dan sepi. Aku benci.

Aku sudah lelah diacuhkan. Sikapmu tiap kali aku diam selalu menjemukan. Kamu selalu gagal dengan segala tebakan dan aku terlalu letih untuk menjelaskan. Aku memahamimu kemarin karena datang terlambat, tapi hingga seharian kau berkabar pun tak sempat, emosiku berlipat. Kamu tetap tak menyadari, seolah itu bukan sesuatu yang berarti. Aku benci.

Aku diam.

Aku diam.

Diam selalu memberiku waktu lebih bernapas. Merasakan oksigen itu menembus paru-paru hingga meresap ke hati. Ada sejuk dalam sesak. Batinku bergejolak. Benarkah ia sepenuhnya tak tertebak? Benarkah ia tak bisa dipahami? Ini adalah jeda untuk memahami diri sendiri.

Diam selalu memberiku waktu merenung dan berpikir. Merasakan otakku yang nyaris dikomposisi oleh air. Apakah aku pantas marah karena ini semua terasa getir? Apakah hanya karena seharian tak berkabar, cintanya padaku tak lagi bergulir. Ini adalah ruang untukku berpikir.

Aku menoleh. Matanya basah. Namun senyumnya merekah.

Aku menoleh. Wajahnya nampak menyesal dan bersalah. Ia merengkuh namun tak mengeluh.

“Sayang, aku begitu sedih setiap kali kamu menangis. Aku merasa bersalah tapi tak tahu apa yang membuatmu begitu miris. Aku gagal memahamimu untuk kesekian kali. Lelaki yang tak peka ini, selalu gagal menunjukkan mencintai. Maafkan Aku”.

“Sayang. Perempuan selalu gagu dan merasa perlu menjaga diri untuk berterus terang hingga akhirnya hati sendiri menjadi korban. Harusnya aku bicara. Aku tak bisa diacuhkan seharian. Sayang, aku ingin perhatian. Sayang, maaf aku telah diam”.

Kami kemudian menyadari. Cinta tak hanya soal menyukai, tapi juga menerima kurang dan lebih, belajar memahami tanpa pernah letih, selalu bertahan dalam senang dan sedih. Cinta adalah menjadi manusia dengan hati saling berbagi namun akal tetap dijaga, tak peduli betapa menyebalkan orang yang kau cinta begitu ia tak ada hampa yang dirasa. Cinta adalah menerima dan berbagi. Menerima kelemahannya dan berbagi kelebihan kita.

Kami masih saling jatuh cinta. Terima kasih Tuhan Yang Maha Luar Biasa.