Thursday, 28 March 2013

Random Tought

06:56 0 Comments
When actually I have many things on my mind, but I don't know what suppose to share first. Oh, damn.  First, about my college life. I think, I become study-oriented one. Bad, huh? Feel like, I have no live except in class room and laboratory. Fiuh. I don't know wether it's trend or not, all assignment is about paper. Holy paper.

Actually I can share about Software Audit, about the Professor, the class, and so on. Oh, but I told you before, It's just a random post. Huhuhu..

Are you dissapointed reading this post? I am too. Fiuh.

Saturday, 2 February 2013

Dalam Pikir Perempuan. Dalam Hati Lelaki

08:31 3 Comments

Seringkali aku gagal membaca isyarat. Aku tak pandai menerjemahkan tanda yang tersirat. Aku tak mahir memahami tanda-tanda alam. Aku tak bisa mengerti kamu yang duduk disampingku namun diam. Mengapa para wanita harus begitu mengagungkan perasaan? Tak sadarkah mereka bagi kami itu adalah beban?

Seringkali aku tak bisa menyelaraskan hati dan pikiran. Aku tak pandai membahasakan dengan terus terang. Aku tak mahir memberikan tanda yang mudah terbaca. Aku tak bisa mengerti kamu yang begitu patuh pada logika. Mengapa para lelaki harus begitu kaku dengan logika? Tak sadarkah mereka itu membuat sikap mereka kepada kami menjadi tidak peka?

Aku sudah lelah menebak. Diammu selalu menjebak. Kukira ini karena aku telat datang, seperti hari lalu. Tapi bukankah ini belum lewat dari perjanjian kita yaitu pukul tujuh? Aku sudah memberikan penjelasan yang rinci. Aku sudah berusaha berkata tanpa menutup-nutupi. Kamu tetap tegak dalam diam dan sepi. Aku benci.

Aku sudah lelah diacuhkan. Sikapmu tiap kali aku diam selalu menjemukan. Kamu selalu gagal dengan segala tebakan dan aku terlalu letih untuk menjelaskan. Aku memahamimu kemarin karena datang terlambat, tapi hingga seharian kau berkabar pun tak sempat, emosiku berlipat. Kamu tetap tak menyadari, seolah itu bukan sesuatu yang berarti. Aku benci.

Aku diam.

Aku diam.

Diam selalu memberiku waktu lebih bernapas. Merasakan oksigen itu menembus paru-paru hingga meresap ke hati. Ada sejuk dalam sesak. Batinku bergejolak. Benarkah ia sepenuhnya tak tertebak? Benarkah ia tak bisa dipahami? Ini adalah jeda untuk memahami diri sendiri.

Diam selalu memberiku waktu merenung dan berpikir. Merasakan otakku yang nyaris dikomposisi oleh air. Apakah aku pantas marah karena ini semua terasa getir? Apakah hanya karena seharian tak berkabar, cintanya padaku tak lagi bergulir. Ini adalah ruang untukku berpikir.

Aku menoleh. Matanya basah. Namun senyumnya merekah.

Aku menoleh. Wajahnya nampak menyesal dan bersalah. Ia merengkuh namun tak mengeluh.

“Sayang, aku begitu sedih setiap kali kamu menangis. Aku merasa bersalah tapi tak tahu apa yang membuatmu begitu miris. Aku gagal memahamimu untuk kesekian kali. Lelaki yang tak peka ini, selalu gagal menunjukkan mencintai. Maafkan Aku”.

“Sayang. Perempuan selalu gagu dan merasa perlu menjaga diri untuk berterus terang hingga akhirnya hati sendiri menjadi korban. Harusnya aku bicara. Aku tak bisa diacuhkan seharian. Sayang, aku ingin perhatian. Sayang, maaf aku telah diam”.

Kami kemudian menyadari. Cinta tak hanya soal menyukai, tapi juga menerima kurang dan lebih, belajar memahami tanpa pernah letih, selalu bertahan dalam senang dan sedih. Cinta adalah menjadi manusia dengan hati saling berbagi namun akal tetap dijaga, tak peduli betapa menyebalkan orang yang kau cinta begitu ia tak ada hampa yang dirasa. Cinta adalah menerima dan berbagi. Menerima kelemahannya dan berbagi kelebihan kita.

Kami masih saling jatuh cinta. Terima kasih Tuhan Yang Maha Luar Biasa.

Sunday, 4 November 2012

Berbanding Lurus

06:53 2 Comments
Dua hari ini, 3-4 November Himpunan Mahasiswa Jurusan saya mengadakan pelatihan jurnalistik. Kebetulan saya menjadi panitia, sekaligus peserta. Dua hari yang menyenangkan untuk saya, rasanya tak pernah membayangkan di kampus ini saya akan menemukan sebuah pelatihan jurnalistik. Rasanya seperti oase di tengah gurun.

Tulisan ini tidak bermaksud mereview bagaimana pelatihan jurnalistik itu. Saya justru ingin bernostalgia dengan kenangan-kenangan. Dua hari ini mengingatkan saya ketika saya masih begitu sering membaca buku, sastra, novel dan bacaan-bacaan lain yang menurut saya 'berbobot'. Hari-hari itu adalah hari dimana produktifitas menulis saya cukup tinggi. Entah menulis cerpen, opini atau bahkan update blog?

Kini? Saya nyaris tak lagi membaca. Ironis? Jelas.
Alasannya? Tugas kuliah yang terlalu menyita waktu. Klise? Iya.
Kecewa? Pasti.

Kurang membaca ini membawa dampak pada kemampuan menulis saya. Menurun drastis. Kemampuan mengolah kata, bermain dengan diksi, mengolah imaji menjadi narasi kini menjadi berat. Membangun opini menjadi susah ketika saya tak memiliki banyak sumber untuk membangun opini itu sendiri.

Dari situlah, saya kembali pada kesadaran bahwa orang yang tak membaca tak akan bisa menulis. Orang yang tak membaca bacaan yang bagus dan bermutu, akan menulis dengan buruk dan tak berbobot. Seperti saya saat ini.

Sekali lagi, membaca menjadi sangat perlu. Tak lagi melulu, membaca ebook materi kuliah namun juga buku-buku seperti dulu. Buku-buku yang menyelamatkan dahaga saya akan dunia.

Sunday, 14 October 2012